bisnisbandung.com - Pakar hukum tata negara, Refly Harun, menegaskan bahwa amnesti merupakan kewenangan konstitusional yang bersifat luar biasa dan tidak dapat digunakan secara sembarangan.
Menurutnya di acara ‘Rosi’, pemberian amnesti oleh presiden seharusnya hanya dilakukan ketika negara menghadapi kondisi yang kacau, terjadi ketidakadilan yang nyata, atau terungkap adanya peradilan sesat.
“Jadi kalau negara dalam keadaan yang kusut, ketidakadilan kemudian nyata, dan lain sebagainya, ada peradilan sesat Presiden harus turun tangan,” ungkapnya dilansir dari youtube Kompas TV.
Baca Juga: Polri Dicurigai Lindungi Bandar Judi, Penasihat Ahli Kapolri Angkat Bicara
“Tetapi kalau segala sesuatunya berjalan baik, Presiden tidak boleh intervensi,” terusnya.
Refly menjelaskan, intervensi presiden melalui amnesti hanya dibenarkan dalam situasi luar biasa.
Jika proses hukum berjalan dengan baik dan adil, maka presiden tidak seharusnya menggunakan kewenangan ini.
Pernyataannya menanggapi permintaan sebagian pihak agar Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada terpidana Silfester.
Baca Juga: Hanya Pemain Kelas Bawah yang Ditangkap, ISESS: Bandar Judi Online Nyaris Tak Pernah Tersentuh
Dalam kaca mata Refly Harun, sebelum permintaan tersebut dapat dipertimbangkan, harus ada alasan kuat yang menunjukkan adanya pelanggaran serius terhadap prinsip keadilan.
“Soal ada ketidakadilan nyata, ada kesesatan peradilan, ada sebuah situasi yang bakal chaos, ada situasi extraordinary, di situlah saatnya Presiden turun tangan. Karena itu kita membutuhkan seorang Presiden yang baik,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa amnesti memang merupakan hak prerogatif presiden, namun penggunaannya tidak boleh menjadi kebiasaan atau preseden yang diterapkan tanpa pertimbangan matang.
Langkah ini penting untuk menjaga keseimbangan antara kewenangan eksekutif dan independensi proses peradilan.