nasional

Sengketa Royalti, MK Ungkap WR Supratman Bisa Jadi Orang Terkaya Kalau Hak Cipta Diartikan Harfiah

Rabu, 6 Agustus 2025 | 17:00 WIB
Hakim Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat (Tangkap layar youtube Merdekadotcom)

bisnisbandung.com - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat, menyoroti polemik terkait royalti dalam uji materi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Ia menilai bahwa jika ketentuan dalam undang-undang tersebut ditafsirkan secara harfiah (letterlijk), maka pencipta lagu kebangsaan seperti WR Supratman berpotensi menjadi orang terkaya di Indonesia.

“Kalau kita mengikuti pasal ini, letterlijk, orang yang paling kaya di Indonesia adalah WR Supratman. Apalagi mendekati 17 Agustus, semuanya di Indonesia nyanyi Indonesia Raya,” ungkapnya dilansir Bisnis Bandung dari youtube Merdekadotcom, video diunggah, Rabu (6/8).

Baca Juga: Mr. Qodari Bongkar Strategi Prabowo dan Megawati Pasca Amnesti dan Abolisi

Pernyataan ini muncul dalam konteks penggunaan lagu “Indonesia Raya” yang dinyanyikan secara rutin oleh seluruh masyarakat Indonesia, mulai dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga lembaga negara.

Menurut Arief Hidayat, jika pendekatan terhadap hak cipta hanya berfokus pada pemaknaan individual dan kapitalistik, maka ahli waris WR Supratman bisa saja memperoleh royalti dalam jumlah sangat besar selama bertahun-tahun.

Hakim Arief menekankan bahwa penciptaan lagu di Indonesia secara historis memiliki fungsi sosial.

Baca Juga: “Teman Tapi Mesra” dengan Pemerintah, Adi Prayitno Ungkap Strategi Politik PDIP

Ia menyebut bahwa dalam budaya bangsa, banyak karya seni termasuk lagu, tari, dan bentuk ciptaan lain dibuat bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan sebagai persembahan kepada masyarakat.

Karena itu, banyak karya lama yang bahkan tidak diketahui penciptanya, karena tidak diklaim sebagai milik individu.

Ia juga menyoroti pergeseran budaya dari semangat gotong royong ke arah ideologi individualistik dan kapitalistik.

“Jadi, memang ini ada perubahan kultur yang luar biasa, dari budaya ideologi yang gotong royong menjadi ideologi yang individualis kapitalis,” jelasnya.

Dalam pandangannya, penafsiran hukum hak cipta yang terlalu liberal bisa menjauh dari nilai-nilai asli Indonesia, dan justru menciptakan konflik kepentingan atas karya-karya yang seharusnya menjadi milik bersama.

Baca Juga: “Bawa Duit ka Bandung!” Dedi Mulyadi Minta Warga Jawa Barat di Singapura Bangun Kampung Halaman

Halaman:

Tags

Terkini