nasional

Kuasa Hukum Jelaskan Lebih Jauh Laporan Tom Lembong ke KY dan MA

Selasa, 5 Agustus 2025 | 17:30 WIB
Tom Lembong, eks Menteri Perdagangan (Tangkap layar youtube Metro TV)

bisnisbandung.com - Usai bebas melalui abolisi pada 1 Agustus 2025, mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong mengambil langkah hukum lanjutan dengan melaporkan majelis hakim yang memvonisnya ke Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA).

Kuasa hukumnya, Zaid Mushafi, menjelaskan bahwa pelaporan ini bukan bentuk balas dendam, melainkan bagian dari upaya mendorong evaluasi terhadap praktik penegakan hukum di Indonesia.

“Pelaporan ini tetap kami lakukan sebagai upaya perbaikan dan evaluasi. Karena tidak menutup kemungkinan, kasus seperti yang dialami Pak Tom Lembong ini bisa menimpa siapa saja,” ucapnya dialnsir dari youtube Metro TV.

Baca Juga: Menteri Kebudayaan Turut Dikritik, Pengamat Singgung Anime Jadi Bahasa Politik Warga RI

Zaid menjelaskan bahwa laporan tersebut menyasar dua ranah berbeda: Komisi Yudisial dalam aspek kode etik dan perilaku hakim, serta Mahkamah Agung dalam aspek materiil hukum.

Ia menekankan bahwa meskipun kliennya telah menerima abolisi dari Presiden, proses hukum melalui jalur banding tetap dilakukan karena terdapat sejumlah kejanggalan substansial dalam putusan dan proses peradilan.

Salah satu sorotan utama dari tim kuasa hukum adalah dugaan ketidakprofesionalan hakim dalam menangani alat bukti.

Zaid menyebut bahwa audit dari BPKP yang menjadi dasar utama penuntutan baru diserahkan menjelang akhir pemeriksaan saksi.

Baca Juga: Kibaran Bendera One Piece Sampai Puncak, DPR Minta Pemerintah Intropeksi Diri

Hal ini menurutnya tidak hanya melanggar asas fair trial, tetapi juga menyebabkan tidak maksimalnya pembuktian di pengadilan.

Ia menambahkan bahwa audit tersebut mengandung kesalahan signifikan, seperti tidak adanya analisis yang layak dan kekeliruan dalam pengisian data, yang menurut tim hukum berdampak pada penilaian kerugian negara.

Selain itu, tim hukum juga mempertanyakan keputusan majelis hakim yang dinilai tidak mempertimbangkan aspek mens rea atau niat jahat, yang seharusnya menjadi unsur penting dalam pembuktian perkara pidana.

Mereka menilai bahwa pertimbangan hukum dalam putusan terlalu menekankan pelanggaran administratif, tanpa membuktikan intensi jahat dari terdakwa.

Zaid juga menyampaikan keprihatinan atas sikap salah satu hakim yang dianggap melanggar asas imparsialitas selama persidangan.

Baca Juga: Ketimpangan di Perkotaan Indonesia Meningkat, Ekonom: PHK dan Informalisasi Jadi Faktor Utama

Halaman:

Tags

Terkini