nasional

MK Tolak Syarat S1 untuk Capres-Cawapres, Pengamat Ungkap Antara Hak Politik dan Masa Depan Bangsa

Minggu, 20 Juli 2025 | 11:00 WIB
Suhartoyo, Ketua MK (Tangkap layar youtube Kompas TV)

bisnisbandung.com - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan perubahan syarat minimal pendidikan calon presiden dan wakil presiden menjadi jenjang S1, menuai perhatian luas di kalangan pengamat.

Isu ini dianggap penting karena menyentuh aspek fundamental dalam demokrasi dan kualitas kepemimpinan nasional ke depan.

Pengamat politik Adi Prayitno menilai bahwa penolakan Mahkamah Konstitusi mengandung dua alasan utama.

Baca Juga: Jeffrie Geovanie Sandingkan Jejak Raja Juli dan Anies Baswedan di Kongres PSI 2025

Pertama, aturan syarat pendidikan minimal SMA atau setara dinilai masih membuka ruang partisipasi yang luas bagi seluruh warga negara.

Jika syarat dinaikkan menjadi S1, maka potensi eksklusi terhadap masyarakat yang hanya lulusan SMA akan meningkat, sekaligus mempersempit akses terhadap hak politik.

Kedua, Mahkamah Konstitusi menganggap bahwa ketentuan saat ini tidak bertentangan dengan konstitusi.

Dalam praktiknya pun, sejak pelaksanaan Pilpres langsung pada 2004, mayoritas calon presiden dan wakil presiden di Indonesia memang berasal dari kalangan terdidik, umumnya berijazah S1 atau lebih tinggi.

Baca Juga: Kaesang Kembali Jadi Ketum PSI, Pengamat Soroti Strategi Politik Keluarga Jokowi

Artinya, tanpa aturan formal pun, standar pendidikan tinggi telah menjadi norma tak tertulis dalam proses pencalonan.

Adi Prayitno menggarisbawahi bahwa dorongan untuk menaikkan standar pendidikan menjadi S1 lahir dari keyakinan publik akan pentingnya kualitas kepemimpinan.

“Jadi jika ada orang yang hebat dan mantap hanya, misalnya, dia bermodalkan sekolah SMA, itu memang jumlahnya tidak banyak dan mungkin sangat eksepsional, dan tidak mudah kita untuk mendapatkan yang kayak gitu,” ungkapnya dilansir dari youtube pribadinya.

Lulusan S1 umumnya telah melalui proses akademik yang kompleks, mulai dari riset, analisis, hingga pengalaman organisasi.

Hal-hal tersebut diyakini membentuk kapasitas intelektual, kemampuan berpikir kritis, dan etos kerja yang lebih tinggi dibanding lulusan pendidikan menengah.

Baca Juga: Tulisan Satir di Mural Truk Jadi Sorotan, Blak-Blakan Kritik Mantan Presiden

Halaman:

Tags

Terkini