Bisnisbandung.com - Kebijakan pemerintah dalam menyerap gabah petani tanpa memperhatikan kualitas dinilai menjadi salah satu penyebab menurunnya mutu beras yang beredar di pasaran.
Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, yang menyoroti dampak jangka panjang dari kebijakan tersebut terhadap sistem perberasan nasional.
CELIOS mencermati bahwa program penyerapan gabah oleh pemerintah, meskipun bertujuan menjaga kesejahteraan petani, justru memunculkan konsekuensi yang tidak diantisipasi.
Baca Juga: Tersandera Regulasi, Investasi Rp1.500 Triliun Gagal Terealisasi di Indonesia
“Ini kan ada program sebelumnya, gabah apa pun kualitasnya itu diserap oleh pemerintah dengan harga yang cukup baik,” tuturnya.
“Memang ini terkesan menyenangkan petani, tapi membuat disiplin dari sisi petani untuk memproduksi beras dengan kualitas yang bagus itu menurun juga,” terusnya.
Penyerapan gabah dalam berbagai kualitas tanpa seleksi yang ketat telah menurunkan motivasi petani untuk memproduksi beras unggul dan sesuai standar pasar.
Baca Juga: Eggi Sudjana Desak Jokowi Tunjukkan Ijazah Asli, Sebut Kasus Bisa Selesai
Hal ini turut mendorong penurunan kualitas beras medium di pasaran, yang pada akhirnya tetap dijual dengan harga tinggi.
Bhima Yudhistira juga menilai bahwa keberhasilan dalam menciptakan cadangan beras nasional sebesar 4,2 juta ton belum mencerminkan keberhasilan sistem secara menyeluruh.
Ketersediaan stok yang besar seharusnya berdampak langsung pada turunnya harga beras dan keseimbangan margin antara petani dan konsumen.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya, harga beras tetap tinggi dan menjadi kontributor utama inflasi, sementara kualitas beras menurun.
CELIOS menilai terdapat ketidaksesuaian antara surplus pasokan dan kenyataan di lapangan. Dalam teori ekonomi, peningkatan pasokan seharusnya menurunkan harga dan memberi manfaat bagi konsumen.
Baca Juga: Tidak Takut Dibenci! Dedi Mulyadi Siap Gusur Bangunan Ilegal demi Atasi Banjir