Ia menduga beberapa proyek tersebut hanya digunakan sebagai alat untuk mencairkan anggaran, dengan potensi keuntungan pribadi yang mengalir dari praktik manipulasi proyek.
Selain itu, Boyamin menekankan pentingnya keterbukaan terhadap seluruh proyek dan anggaran yang pernah dikelola oleh Topan, termasuk saat ia masih menjabat sebagai kepala bagian.
Ia mendesak KPK untuk membuka seluruh proses penganggaran yang berpotensi dimanipulasi, termasuk kemungkinan adanya praktik mark up dan penyimpangan alokasi anggaran.
Baca Juga: Terkuak Kecelakan Kapal Tidak Semua Tecover Media, Pengamat: Di Labuan Bajo Hampir Setiap Bulan ada
MAKI juga menyinggung bahwa jumlah uang Rp2,8 miliar yang ditemukan tidak mungkin dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), dan perlu ditelusuri asal-usul serta perputarannya.
Rumah mewah yang digeledah KPK pun sebelumnya sempat dibantah sebagai milik Topan, namun lokasi tersebut akhirnya menjadi titik penggeledahan penting dalam kasus ini.
Boyamin menilai bahwa kekuatan politik yang menopang Topan harus ikut ditelusuri, termasuk siapa saja yang berperan dalam mengangkatnya ke posisi strategis dalam waktu singkat.***