nasional

Minta Raja Ampat Diproteksi Permanen, Greenpeace Desak Pencabutan Izin PT Gag Nikel

Kamis, 12 Juni 2025 | 17:30 WIB
Pertambangan di Raja Ampat (Tangkap layar youtube Kompas TV)

Bisnisbandung.com - Pemerintah Indonesia baru-baru ini mencabut izin usaha pertambangan (IUP) empat perusahaan tambang nikel di wilayah Raja Ampat.

Langkah ini diambil setelah Kementerian Lingkungan Hidup menemukan indikasi pencemaran lingkungan yang diduga akibat aktivitas pertambangan.

Namun, PT Gag Nikel, anak usaha PT Antam Tbk, tetap diperbolehkan beroperasi di Pulau Gag.

Keputusan ini menuai kritik dari Greenpeace Indonesia. Melalui Kepala Kampanye Hutan Global, Kiki Taufik, Greenpeace menilai bahwa pencabutan empat IUP saja belum cukup.

Baca Juga: Rocky Gerung Bongkar Isi Kepala PSI: Isinya Kekosongan Tapi Nekat Dukung Gibran

Organisasi ini menuntut agar seluruh izin pertambangan termasuk milik PT Gag Nikel dicabut demi melindungi Raja Ampat secara menyeluruh.

“Pertama tentu kami mengapresiasi langkah pemerintah yang begitu cepat mencabut empat izin IUP.

Namun menurut kami, itu belum selesai. Karena bagi kami, tuntutan kami adalah: Raja Ampat harus mendapat perlindungan penuh, proteksi permanen,” ucapnya dilansir dari youtube Kompas TV.

Baca Juga: Shohibul Iman Kembali Pimpin PKS, Pengamat: Sinyal Gabung ke Prabowo?

“Menurut Kiki, Greenpeace telah melakukan riset lapangan dan menemukan kerusakan lingkungan signifikan,” sambungnya.

Ia menyebut bahwa sekitar 500 hektare hutan di tiga pulau kecil telah hilang akibat aktivitas tambang. Kerusakan ini memicu terjadinya sedimentasi, terutama saat musim hujan, yang berdampak langsung pada terumbu karang dan pesisir sekitar.

Greenpeace juga menyampaikan bahwa masyarakat adat yang tinggal di wilayah terdampak menyatakan penolakan terhadap kehadiran tambang. Mereka khawatir bahwa keberlanjutan hidup dan ekosistem lokal akan terganggu secara permanen.

“Sekaligus kami juga berdiskusi dengan masyarakat setempat untuk memastikan seperti apa respons mereka, dan ternyata yang kami temukan: masyarakat asli yang tinggal di sana menolak tambang tersebut,” paparnya.

Baca Juga: Ono Surono: DPRD Bukan Eksekutor, Gubernur Dedi Mulyadi Harus Tanggung Jawab

Halaman:

Tags

Terkini