Aliansi juga mengingatkan bahwa sejarah seharusnya ditulis dengan pendekatan ilmiah dan inklusif, bukan sebagai sarana untuk memperkuat ideologi atau membentuk narasi politik tertentu.
“Masalahnya mengenai sejarah ini bukan pada fakta-fakta saja, tapi pada penafsiran mengenai sejarah itu. Penafsiran yang bagaimanakah yang timbul dari penulisan sejarah itu?” terangnya.
“Nah, penafsiran tentang sejarah kita yang lalu ini, yang didominasi oleh 30 tahun Orde Baru, menggambarkan bahwa masa sekarang ini sekadar merupakan masa pasca-Orde Baru,” lanjutnya.
Ketika narasi sejarah didorong oleh kepentingan kekuasaan, maka potensi terjadinya manipulasi penafsiran sejarah menjadi sangat tinggi.***
Baca Juga: Bukan Jokowi yang Kena Tapi Ilmuwan Ini! Pegiat Media Sosial: Gara-gara Roy Suryo