Aliansi juga mengingatkan bahwa sejarah seharusnya ditulis dengan pendekatan ilmiah dan inklusif, bukan sebagai sarana untuk memperkuat ideologi atau membentuk narasi politik tertentu.
“Masalahnya mengenai sejarah ini bukan pada fakta-fakta saja, tapi pada penafsiran mengenai sejarah itu. Penafsiran yang bagaimanakah yang timbul dari penulisan sejarah itu?” terangnya.
“Nah, penafsiran tentang sejarah kita yang lalu ini, yang didominasi oleh 30 tahun Orde Baru, menggambarkan bahwa masa sekarang ini sekadar merupakan masa pasca-Orde Baru,” lanjutnya.
Ketika narasi sejarah didorong oleh kepentingan kekuasaan, maka potensi terjadinya manipulasi penafsiran sejarah menjadi sangat tinggi.***
Baca Juga: Bukan Jokowi yang Kena Tapi Ilmuwan Ini! Pegiat Media Sosial: Gara-gara Roy Suryo
Artikel Terkait
Mahfud MD: Korupsi Saat Ini Lebih Gila Luar Biasa Dibandingkan Zaman Orde Baru
Orde Baru Kembali? Aiman Adi Witjaksono Ungkap Tanda-Tanda Mengkhawatirkan
Soal Perpres Perlindungan Jaksa, Presiden Prabowo Tengah Bidik Kasus Korupsi Besar?
“Tiga Bubur Panas di Meja Prabowo” Said Didu: Solo, Oligarki, dan Perebutan Kekuasaan
Pernyataan Prabowo Soal Israel Dinilai Kontroversial, MUI Tegaskan Sikap Tegas Anti Penjajahan
Urgensi Reshuffle Kabinet, Pandangan Pakar Politik untuk Pemerintahan Prabowo