Ia menyayangkan bahwa proses penyusunan dimulai dengan pemberian outline langsung kepada tim penyusun secara top-down, tanpa mekanisme partisipatif seperti call for paper yang terbuka untuk para peneliti dan akademisi.
“Jadi itu yang dikhawatirkan oleh kami prosesnya tidak terbuka dan tergesa-gesa,” tegasnya.
Menurutnya, sejarawan yang memiliki akses pada sumber primer dan temuan-temuan terbaru seharusnya diberikan ruang untuk menyumbang gagasan melalui proses ilmiah yang inklusif.***
Baca Juga: Dedi Mulyadi Tegaskan Urusan Persikas Kewenangan Bupati Bukan Gubernur