“Daripada dikirim ke barak anak-anak diajak bersholawatan, ikut kegiatan agama, olahraga, dan diskusi komunitas. Itu lebih menyentuh,” ujar Adi.
Adi Prayitno menilai kedua pendekatan ini sah-sah saja diterapkan sesuai konteks wilayah.
Bahkan ia mengusulkan kombinasi pendekatan militer, religius, dan edukatif bisa menjadi pilihan lebih komprehensif.
“Bisa juga dimasukkan ke pesantren asal tetap diawasi. Tapi jangan lupa pesantren juga punya catatan seperti kasus bullying atau asusila oleh oknum,” tegasnya.
Baca Juga: Anomali Viral Jadi Nyata: Tung Tung Sahur Resmi Digarap Dari Meme Jadi Film!
Ia juga mengingatkan bahwa solusi jangka panjang kenakalan remaja tak bisa diserahkan pada satu pihak saja.
Presiden, menteri, gubernur, hingga masyarakat harus terlibat aktif.
Adi menutup pernyataannya dengan peringatan jika generasi muda tak dibina dengan baik bonus demografi 2045 bisa berubah jadi malapetaka sosial.
“Kalau remajanya sibuk tawuran, mabuk, main game tanpa batas, ya Indonesia tinggal mimpi. Bonus demografi jadi pepesan kosong,” ujar Adi.
Menurutnya tidak ada solusi tunggal untuk masalah kenakalan remaja.
Setiap pendekatan punya kelebihan dan kekurangan. Yang terpenting adalah niat serius dan konsistensi dari semua pihak.
“Jadi Anda tim barak ala Kang Dedi, tim selawatan ala Pramono, atau gabungan keduanya?” tutup Adi.***