Ia melihatnya sebagai ekspresi grafis yang bisa dipahami dalam konteks kritik sosial politik.
"Yang penting tidak ada niat menyebarkan kebencian atau menyesatkan publik. Kalau itu hanya karya kreatif harusnya negara tidak reaktif secara berlebihan," tegasnya.
Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana kecanggihan teknologi AI kini bersinggungan langsung dengan hukum, etika, dan ruang kebebasan berekspresi.
Dengan makin banyaknya kreator digital di Indonesia kebijakan negara dalam menyikapi konten-konten semacam ini akan menjadi tolak ukur demokrasi di era digital.***