Nilai tersebut menurut Rocky Gerung jadi pondasi utama pasca-reformasi untuk memastikan institusi negara berjalan di bawah prinsip demokrasi bukan prinsip komando militer.
“Kalau logika militer dipaksakan ke sipil yang terjadi adalah hilangnya ruang diskusi, perdebatan, dan kontrol publik. Padahal, demokrasi adalah ruang diskusi,” ujarnya.
Ia mengingatkan sejarah panjang TNI sejak perang kemerdekaan memang erat dengan rakyat.
Baca Juga: Mitigasi PHK Bukan Sekadar Instruksi, Nurjaman: Butuh Langkah Nyata dari Semua Pihak
Namun sejak reformasi TNI sudah mengemban tugas profesional di bidang pertahanan bukan politik atau jabatan sipil.
Lebih lanjut Rocky Gerung menyebut langkah DPR mengesahkan revisi UU TNI tanpa memperhatikan penolakan publik membuat masyarakat khawatir akan kembalinya dwifungsi ABRI yang selama Orde Baru digunakan untuk menekan kontrol sipil.
“DPR ini lucu mereka justru mengamputasi haknya sendiri sebagai wakil rakyat untuk mengontrol militer. Fungsi pengawasan jadi tumpul karena regulasinya membuka celah militer masuk ke ruang sipil,” kritiknya.
Baca Juga: Di mana Pemerintah? Juni 2025 PHK Bisa Capai 150.000 Buruh, Said Iqbal Desak Pembentukan Satgas
Rocky Gerung juga menyinggung soal ketentuan dalam RUU yang memperbolehkan militer menempati jabatan sipil namun jika terjadi pelanggaran hukum kasusnya tetap diadili di pengadilan militer bukan pengadilan umum.
“Ini absurd kita bukan dalam keadaan perang. Semua harus tunduk pada hukum sipil,” tegas Rocky Gerung.
Rocky Gerung memberi peringatan kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Menurutnya di tengah situasi ekonomi yang sulit ketegangan politik terkait hubungan sipil-militer berpotensi memperparah krisis.
“Pemerintah jangan menganggap ini riak kecil. Orang jatuh bukan karena batu besar, tapi kerikil kecil. Kalau tak sensitif ini bisa memicu krisis politik yang lebih dalam,” pungkas Rocky Gerung.***