nasional

Menohok! Zainal Arifin Ungkap Banyak Kontroversi daripada Prestasi di 100 Hari Pemerintahan Prabowo

Minggu, 9 Februari 2025 | 18:05 WIB
Zainal Arifin Moechtar, Ahli Hukum Tata Negara (Tangkap layar youtube Satu Visi Utama Indonesia)

bisnisbandung.com - Memasuki 100 hari pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, berbagai kebijakan yang dikeluarkan lebih banyak menimbulkan kontroversi daripada mencatatkan prestasi.

Pengamat hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar, menilai bahwa hingga saat ini, sulit menemukan kebijakan yang benar-benar memberikan dampak positif nyata bagi masyarakat, terutama di bidang hukum.

“Saya kira sampai saat ini lebih banyak kebijakan yang menuai kontroversi dibanding prestasi,” lugasnya dilansir Bisnis Bandung dari youtube  Satu Visi Utama Indonesia.

Baca Juga: Presiden Prabowo Pangkas Anggaran Secara Ekstrim, Akbar Faizal: Ini Shock Therapy Birokrasi yang Sangat Bagus

“Coba hitung saja, bandingkan jumlah kebijakan kontroversial dengan kebijakan yang bisa dianggap sebagai sebuah prestasi, setidaknya sampai 100 hari pertama,” terusnya.

Berbagai pernyataan optimistis yang datang dari pihak pemerintahan dan pendukungnya kerap kali sulit dibuktikan dengan pencapaian konkret.

Dalam berbagai kesempatan, upaya untuk mengidentifikasi kebijakan unggulan yang benar-benar membawa perubahan signifikan kerap berujung pada kebingungan dan jawaban yang berputar-putar.

Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitas kepemimpinan dalam periode awal pemerintahan.

Baca Juga: Kelas Menengah akan Hilang, Timothy Ronald Prediksi Muncul ‘Demografi Hantu’

Selain itu, kritik juga diarahkan pada lemahnya peran oposisi di parlemen. Alih-alih menjalankan fungsi check and balance, oposisi justru dinilai lebih banyak berfokus pada hal-hal yang tidak substansial.

Salah satu isu utama yang menjadi perhatian adalah perubahan tata tertib DPR yang memberikan kewenangan tambahan yang tidak diatur dalam undang-undang.

Dari perspektif hukum tata negara, ada tiga hal yang perlu diperjelas terkait perubahan ini. Pertama, teori kewenangan yang mencakup atribusi, delegasi, dan mandat.

Kewenangan yang sah harus didasarkan pada konstitusi atau undang-undang, sehingga langkah DPR dalam memperluas cakupan kekuasaannya dianggap tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

Baca Juga: Pidato Presiden Prabowo Dinilai Retorika Kosong, Faizal Assegaf Tuntut Pembersihan Kabinet

Halaman:

Tags

Terkini