“Waktu itu Nasution melihat bahwa ada sebagian orang yang tiba-tiba kaya, tiba-tiba kaya, tiba-tiba kaya, tiba-tiba punya aset, tiba-tiba punya rumah, tiba-tiba punya perusahaan. Padahal orang ini tadinya enggak siapa-siapa,” beber Chandra M Hamzah dilansir dari youtube Akbar Faizal Uncensored.
Situasi ini memunculkan kekhawatiran bahwa perangkat hukum tersebut kerap digunakan untuk menjerat pihak tertentu tanpa memperhatikan konteks awal pembentukan pasal tersebut.
Chandra M Hamzah juga menyoroti bahwa pada masa awal pembentukan aturan ini, militer mendapatkan keuntungan signifikan dari proses nasionalisasi, yang membuka peluang penyalahgunaan kewenangan.
Baca Juga: Kontroversi Joint Development Indonesia-China, Prof Hikmahanto Angkat Bicara
Hal ini menegaskan bahwa masalah korupsi di Indonesia memiliki akar historis yang panjang, dan interpretasi terhadap hukum sering kali berubah seiring waktu sesuai kepentingan tertentu.
Pasal 2 dan 3, yang pada awalnya bertujuan untuk mengatasi penyimpangan dalam pengelolaan aset negara, kini telah berkembang menjadi instrumen hukum yang kompleks.
“Nasution enggak suka karena dia membaca di situ ada aktus seriusnya, kan. Dia menginginkan agar tindakan ini dinyatakan salah karena menghalangi program nasionalisasi. Dan kita tahu persis, pada saat nasionalisasi, siapa yang banyak mendapat keuntungan,” pungkas Chandra M Hamzah.***
Baca Juga: Muhammad Qodari Usulkan Presiden Lima Periode, Solusi atau Ancaman Demokrasi?