nasional

Tantangan Indonesia Emas 2045, Bivitri Susanti Ungkap Ancaman Demokrasi yang Semakin Terpuruk

Kamis, 14 November 2024 | 16:00 WIB
Bivitri Susanti seorang akademisi dan aktivis hukum (dok youtube Bivitri Susanti)


Bisnisbandung.com - Bivitri Susanti seorang akademisi dan aktivis hukum menegaskan bahwa jika Indonesia gagal mencapai visi Indonesia Emas 2045 maka demokrasi yang tengah dijalani negara ini bisa semakin terpuruk.

Bivitri Susanti menjelaskan bahwa tantangan terbesar untuk mewujudkan cita-cita tersebut adalah mempertahankan demokrasi yang sehat.

Selain itu Bivitri Susanti menekankan perlunya partisipasi aktif masyarakat dalam setiap aspek pemerintahan.

Baca Juga: SBN Ritel T0013 Kini Bisa Didapatkan Melalui Bank Bjb, Imbah Hasil Hingga 6,5%

Bivitri Susanti mengkritik cara pemerintah mengelola partisipasi publik yang dirasa tidak signifikan.

Menurutnya konsep partisipasi yang sering dipraktikkan pemerintah hanya sebatas teknokratisasi di mana masyarakat hanya diajak untuk hadir dalam seminar atau sosialisasi yang sifatnya satu arah.

"Partisipasi itu bukan hanya tentang seminar atau sosialisasi tapi harus melibatkan masyarakat secara nyata dalam pembentukan kebijakan yang berdampak langsung pada kehidupan mereka," ujar Bivitri Susanti yang dikutip dari youtube Satu Visi Utama.

Ia juga menyoroti contoh konkret dalam pembahasan Undang-Undang Ibu Kota Nusantara (IKN) di mana suara masyarakat adat yang tinggal di wilayah yang terdampak tidak dipertimbangkan secara maksimal.

Meski pemerintah mengklaim sudah melakukan seminar dan mengundang sejumlah akademisi, masyarakat adat yang seharusnya menjadi pihak yang paling terdampak justru tidak diikutsertakan dalam proses tersebut.

Baca Juga: BRI Sukses Turunkan Kredit Macet, Ungkap Strategi Jitu Tingkatkan Kualitas Aset

"Partisipasi yang sesungguhnya adalah mendengarkan suara masyarakat bukan hanya memberi tahu mereka tentang isi undang-undang," tambah Bivitri Susanti.

Bivitri Susanti menekankan bahwa Mahkamah Konstitusi ada tiga hak yang harus dipenuhi untuk memastikan partisipasi yang bermakna: hak untuk didengar, hak untuk dipertimbangkan masukan kita, dan yang paling penting, hak untuk mendapatkan jawaban atas pertimbangan tersebut.

"Ini adalah hak yang sering kali diabaikan oleh penyelenggara negara, sehingga partisipasi yang terjadi tidak lebih dari sekadar formalitas," ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa partisipasi harus melibatkan kelompok-kelompok yang terdampak langsung bukan hanya akademisi atau kelompok yang memiliki kepentingan tertentu.

Baca Juga: BRI Beberkan Strategi Turunkan Rasio Kredit Bermasalah, Kualitas Aset Semakin Baik

Halaman:

Tags

Terkini