"Salah satu contohnya adalah pembunuhan KPK pada tahun 2019," ujarnya.
Bivitri Susanti menegaskan "Ini semua dilakukan secara legal, tetapi jelas-jelas salah karena mengurangi fungsi pengawasan."
Bivitri Susanti juga menyoroti pengurangan jumlah oposisi di parlemen yang membuat pemerintah lebih mudah mengeluarkan kebijakan tanpa banyak perlawanan.
"DPR kita juga dijinakkan dengan mengurangi jumlah oposisi. Contohnya undang-undang Cipta Kerja yang lolos dengan cepat dan undang-undang Minerba," jelasnya.
Penurunan kualitas dan integritas penegak hukum juga menjadi perhatian Bivitri.
Ia menyebutkan bahwa ruang kebebasan akademisi dan intelektual semakin menyempit memperburuk kondisi demokrasi dan keadilan di Indonesia.
"Dalam situasi seperti ini kita harus tetap menjaga harapan. Optimisme adalah kunci untuk terus memperjuangkan demokrasi dan keadilan," tutup Bivitri Susanti.***