"Salah satu contohnya adalah pembunuhan KPK pada tahun 2019," ujarnya.
Bivitri Susanti menegaskan "Ini semua dilakukan secara legal, tetapi jelas-jelas salah karena mengurangi fungsi pengawasan."
Bivitri Susanti juga menyoroti pengurangan jumlah oposisi di parlemen yang membuat pemerintah lebih mudah mengeluarkan kebijakan tanpa banyak perlawanan.
"DPR kita juga dijinakkan dengan mengurangi jumlah oposisi. Contohnya undang-undang Cipta Kerja yang lolos dengan cepat dan undang-undang Minerba," jelasnya.
Penurunan kualitas dan integritas penegak hukum juga menjadi perhatian Bivitri.
Ia menyebutkan bahwa ruang kebebasan akademisi dan intelektual semakin menyempit memperburuk kondisi demokrasi dan keadilan di Indonesia.
"Dalam situasi seperti ini kita harus tetap menjaga harapan. Optimisme adalah kunci untuk terus memperjuangkan demokrasi dan keadilan," tutup Bivitri Susanti.***
Artikel Terkait
Pembatasan BBM bersubsidi per 17 Agustus, Menteri ESDM Arifin Tasrif: Pemerintah Masih Mengkaji
Pendukung Jokowi Geram, Rocky Gerung: Prabowo Fokus Pertahanan Bukan Infrastruktur
Heboh Duet 'KABAH', Jusuf Hamka Perkenalkan Duet Kaesang dan Babah
Penembakan Donald Trump Bisa Berdampak Ke Politik Dunia, Rocky Gerung: Ini Imbasnya Bagi Indonesia
Viral Tarif Parkir Rp35 Ribu, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi Geram
Isu Pengunduran Diri Gibran sebagai Wali Kota Solo, Budi Murtono: Menunggu Keputusan Resmi