Bisnisbandung.com - Kepala Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Anang Zubaidy menilai
Majelis hakim Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sepatutnya tidak hanya berpegang pada aspek normatif.
MKMK dituntut agar juga mempertimbangkan putusan aspek keadilan dan kemanfaatan
Dalam memutus perkara dugaan pelanggaran etik pada putusan MK terkait batas usia capres-cawapres.
Baca Juga: Dugaan Pelanggaran Kode Etik Hakim Konstitusi, MK Bentuk MKMK
"MKMK untuk bisa mengembalikan kepercayaan publik, maka dia harus membuat putusan yang out of the box,
diluar pertimbangan normatif, lebih pada pertimbangan kemanfaatan dan keadilan," terangnya saat dihubungi, Kamis (2/11).
Menurutnya ketika dasar pengambilan keputusan hanya normatif, maka putusan MK bersifat final dan mengikat.
Hal itu sekaligus meniadakan upaya hukum lain dan tidak lagi mekanisme untuk membatalkan putusan.
"Kalau berpikirnya normatif ya selesai, kita tidak ada upaya hukum apa pun, saya berpikirnya di luar itu.
Bahwa hukum itu harus memberikan jalan keluar," sambung pakar hukum tata negara itu.
Menurutnya, MKMK menjalankan peran sebagai hakim yang punya fungsi dan tugas utama untuk menyelesaikan perselisihan atau konflik.
Baca Juga: Ini Tanggapan Mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie Terkait Batasan Umur Capres/Cawapres
Oleh sebab itu, kacamata yang digunakan semestinya tidak sekadar normatif.
"Karena kalau bicara kepastian hukumnya ya selesai. Kita tidak perlu mendiskusikan putusan itu mau diapakan?