Adi Prayitno menilai bahwa keputusan ini sekaligus memperkuat anggapan bahwa dunia akademik dan dunia politik merupakan dua ranah yang berbeda.
Jika seseorang ingin mengejar karier di bidang akademik, tentu dibutuhkan pendidikan hingga jenjang tinggi seperti doktoral atau profesor. Namun, dalam ranah politik, gelar akademik tidak menjadi syarat utama untuk berhasil.
Dengan kondisi ini, calon pemimpin di masa depan tidak harus memiliki latar belakang akademik tinggi untuk bisa berkompetisi dalam pemilu.
Baca Juga: Tulisan Satir di Mural Truk Jadi Sorotan, Blak-Blakan Kritik Mantan Presiden
Selama memiliki dukungan politik dan kemampuan memenangkan simpati rakyat, peluang untuk memimpin tetap terbuka lebar.
Ini juga menjadi sinyal bahwa sistem demokrasi di Indonesia mengedepankan keterbukaan akses, sekaligus menegaskan bahwa ijazah bukan satu-satunya indikator kapabilitas politik.
Fenomena ini juga mengonfirmasi pernyataan sejumlah politisi yang menyebut bahwa nilai akademik tidak berbanding lurus dengan prestasi politik.
Dalam sistem pemilu langsung, kekuatan elektoral, kemampuan komunikasi, dan daya tarik personal justru lebih menentukan keberhasilan seorang kandidat.***
Baca Juga: Rocky Gerung Singgung Motif di Balik Kasus Ijazah Jokowi, Dinilai Jadi Alat Permainan Opini
Artikel Terkait
Diusung Prabowo ke Papua, Gibran Siap Hadapi Isu HAM Panas dan Konflik Sosial!
HUT RI ke-80, Amien Rais Tuntut Prabowo Revolusi Bersih dari Intervensi Politik Geng Solo
Prabowo Bongkar Warisan Jokowi, Rudi: Kebijakan Kontroversial Satu per Satu Dibatalkan!
Ekonomi Anjlok, Rocky Gerung Desak Reshuffle Menteri Prabowo Dinilai Cuma Numpang Nama
IKN Kota Hantu! Amien Rais Desak Prabowo Stop Semua Warisan Jokowi
MK Tolak Syarat S1 untuk Capres-Cawapres, Pengamat Ungkap Antara Hak Politik dan Masa Depan Bangsa