Kuasa Hukum Sebut Denden Dan Tim Melakukan Tugasnya: Hanya Satu, Dua yang Diloloskan

photo author
- Minggu, 6 Juli 2025 | 08:30 WIB
Denden Imadudin Soleh, eks pejabat Komdigi yang ditangkap kasus judol. (Instagram @den2.is)
Denden Imadudin Soleh, eks pejabat Komdigi yang ditangkap kasus judol. (Instagram @den2.is)

Bisnisbandung.com - Persidangan kasus dugaan perlindungan situs judi online yang melibatkan mantan Ketua Tim Pengendalian Konten Internet Ilegal Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Denden Imadudin Soleh dan tim mengungkap dinamika yang lebih kompleks.

Dalam keterangan kuasa hukumnya, Yupen Hadi, terungkap adanya dugaan kultur sistemik di lingkungan kementerian yang memungkinkan praktik semacam ini terus berlangsung.

Menurut penilaian kuasa hukum, kasus ini bukan sekadar persoalan oknum, melainkan menunjukkan adanya kesalahan kolektif dari berbagai tingkat jabatan, termasuk pimpinan.

Baca Juga: Ada Restu Pimpinan untuk Backing Situs Judi Online, Budi Arie dalam Sorotan

Praktik pembiaran terhadap situs-situs judi online yang seharusnya diberantas, disebut sudah berlangsung bahkan sebelum Denden menjabat, dan terus berlanjut sesudahnya.

Yupen menyoroti bahwa lingkungan kerja di kementerian tersebut tampaknya memiliki budaya permisif terhadap praktik ilegal, di mana individu-individu dengan integritas lemah memanfaatkan celah untuk mendapatkan keuntungan.

“Kalau saya mau coba memberikan penilaian, saya mau sampaikan di sini bahwa satu sisi Denden dan kawan-kawannya ini melakukan tugasnya kok. Sekian puluh persen dari situs-situs yang ada itu mereka berantas, hanya satu dua mereka loloskan, gitu ya,” ucapnya dilansir dari youtube tvonenews.

Baca Juga: Ade Armando Jadi Komisaris, Adi Prayitno: Itu Sangat Layak Karena Kontribusinya

Ia menyatakan bahwa Denden sendiri tetap menerima uang suap meskipun sudah tidak menjabat, menandakan keterlibatan jaringan yang lebih luas.

Selain itu, terungkap bahwa situs-situs judi yang dibekingi bisa mencapai ratusan jumlahnya. Bahkan, ketika Denden menjabat, terjadi konsolidasi di antara oknum-oknum dalam kementerian, yang berujung pada kenaikan tarif “perlindungan” terhadap situs judi online.

Harga yang awalnya hanya di kisaran jutaan rupiah per situs melonjak hingga belasan juta rupiah ketika praktik kolaboratif ini mencapai puncaknya.

Yupen juga menyoroti periode antara Mei hingga Oktober 2024, yang menurutnya merupakan masa paling masif dalam pembiaran situs judi online.

Ia menyebutkan bahwa pada masa tersebut, ratusan ribu situs dibiarkan aktif tanpa tindakan pemblokiran yang seharusnya dilakukan oleh kementerian.

Baca Juga: Roy Suryo CS Absen Klarifikasi, Kuasa Hukum Tegaskan Bukan Kewajiban Hukum

Situasi itu dianggap menjadi salah satu penyebab meningkatnya jumlah korban judi online di masyarakat.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Durotul Hikmah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X