Ia menyoroti bahwa keterlibatan masyarakat asli Papua dalam kegiatan operasional perusahaan sangat minim.
Berdasarkan kunjungannya ke lokasi pada tahun 2022, Paul mencatat bahwa jumlah pekerja asli Papua kurang dari 10 persen dan kontraktor lokal juga tidak dilibatkan. Sebaliknya, sebagian besar tenaga kerja dan penyedia jasa berasal dari luar daerah.
Kondisi tersebut menurut Paul menggambarkan ketimpangan dalam pengelolaan sumber daya alam di Papua.
Ia menyayangkan bahwa hasil tambang dinikmati oleh pihak luar, sementara masyarakat adat tidak memperoleh manfaat yang adil, baik dari segi ekonomi maupun pemberdayaan.***
Baca Juga: Minta Raja Ampat Diproteksi Permanen, Greenpeace Desak Pencabutan Izin PT Gag Nikel
Artikel Terkait
Tambang Nikel di Surga Dunia Raja Ampat, Pengamat: Benarkah Merusak?
Ini 4 Perusahaan Tambang Nikel di Raja Ampat yang Diduga Cemari Lingkungan
36 Juta Ton Nikel, Pulau Hancur, dan Nama Kapal yang Bikin Geger: JKW Mahakam & Dewi Iriana di Raja Ampat
Bikin Heboh! Kapal JKW Mahakam dan Dewi Iriana di Tambang PT Gag Raja Ampat
Keindahan yang Tak Tergantikan, Raja Ampat dan Harapan Ekonomi Hijau Indonesia
Minta Raja Ampat Diproteksi Permanen, Greenpeace Desak Pencabutan Izin PT Gag Nikel