Citra Digital Gibran Disebut ‘Politik Sundel Bolong’, Hersubeno Sindir Konten Kunjungan di NTT

photo author
- Jumat, 9 Mei 2025 | 19:55 WIB
Gibran Rakabuming Raka, Wapres (Dok Instagram@Gibran Rakabuming)
Gibran Rakabuming Raka, Wapres (Dok Instagram@Gibran Rakabuming)

bisnisbandung.com - Jurnalis senior Hersubeno Arief mengkritisi strategi komunikasi digital yang digunakan dalam kunjungan kerja Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ke Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 6–7 Mei 2025.

Menurutnya, larangan kepada pemerintah daerah untuk mengunggah konten kunjungan sebelum tayang lebih dahulu di akun media sosial resmi Gibran mencerminkan bentuk manuver politik berbasis algoritma.

Larangan tersebut diketahui berasal dari staf Biro Protokol dan Media di lingkungan Sekretariat Wakil Presiden, yang meminta konten baru boleh dibagikan oleh Pemda dua hingga tiga jam setelah tayang di akun pribadi Gibran, seperti Instagram dan TikTok.

Baca Juga: Gak Cuma Pelajar, ASN Malas di Jawa Barat Bakal 'Digembleng' di Barak Militer

Hersubeno menyebut pola komunikasi seperti ini sebagai bagian dari strategi “political marketing” modern yang mengandalkan algoritma media sosial.

“Saya menyebut kemarin itu bagian dari political marketing,” ungkapnya dilansir Bisnis Bandung dari youtube Hersueno Point, Jumat (9/5).

Lebih lanjut, ia mengaitkan praktik ini dengan konsep yang disebut “politik sundel bolong”, istilah metaforis yang menggambarkan pencitraan politik yang tampak menarik dan rapi di depan, namun menyembunyikan kekosongan atau sisi manipulatif di belakang.

Baca Juga: Dukung Kunto Arief Capres 2029, Tokoh Reformasi Serang Gibran dan Jokowi

“Nah, hari ini saya membaca berita di Kompas dan juga di banyak media lain, dan saya juga melihat videonya misalnya di Berita Jateng bahwa politik seperti itu rupanya ada namanya, gitu ya. Namanya kalau diindonesiakan katanya ‘politik sundel bolong’.” Ujarnya.

 Istilah ini berasal dari paparan akademisi Merlina Lim dalam sebuah acara di Universitas Diponegoro, yang membahas fenomena “algorithmic white-branding” dalam politik digital Asia Tenggara.

Menurut Hersubeno, penggunaan istilah tersebut sangat relevan untuk menggambarkan gaya komunikasi politik yang kini tengah berlangsung di Indonesia, seperti salah satunya Gibran.

Baca Juga: Diar Al Manasik International Tutup Rangkaian Business Forum 1447 H di Bandung: Perkuat Sinergi dan Inovasi Layanan Umrah

 Ia menilai strategi tersebut berfokus pada pengendalian narasi, penguasaan jalur distribusi konten, dan pemanfaatan algoritma demi keuntungan pencitraan.

Fenomena ini dianggap sebagai bentuk manipulasi emosional dan persepsi publik melalui medium digital, terutama di tengah kalangan Gen Z yang dinilai minim literasi sejarah.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Durotul Hikmah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X