Negara Defisit, Pengamat Ekonomi Ungkap Penyebab dan Kondisi Ekonomi Global

photo author
- Jumat, 14 Maret 2025 | 20:00 WIB
Laporan APBN  Januari  2025 (Tangkap layar youtube Metro TV)
Laporan APBN Januari 2025 (Tangkap layar youtube Metro TV)

 bisnisbandung.com - Defisit APBN di awal tahun 2025 menarik perhatian publik, terutama terkait penyebab dan dampaknya terhadap perekonomian nasional.

Pengamat Ekonomi Josua Pardede menilai bahwa kondisi defisit ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk dinamika ekonomi global serta penerimaan perpajakan yang mengalami sedikit tekanan.

“Saya sepakat bahwa mungkin ada sedikit pengaruh pada penerimaan perpajakan. Salah satu faktor yang perlu kita cermati adalah sektor yang berkaitan dengan komoditas,” ujarnya dilasir Bisnia Bandung dari youtube SINDOnews.

Baca Juga: Fenomena Dua Gerhana di Bulan Ramadhan dan Isyarat Kemunculan Imam Mahdi?

“Kita juga harus melihat dampak situasi global, yang saat ini tidak baik-baik saja,” sambungnya.

Dari sisi belanja negara, pertumbuhannya masih dalam batas normal dengan peningkatan sekitar 9,6% pada Januari–Februari 2025.

 Dibandingkan tahun sebelumnya, alokasi anggaran 2024 banyak difokuskan pada Pemilu serta bantuan sosial terkait mitigasi dampak El Nino.

Meskipun tahun ini telah diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 1 tentang efisiensi anggaran, realisasi belanja pemerintah tetap berjalan untuk mendukung program prioritas, termasuk sektor pangan dan rantai pasok.

Baca Juga: Rakyat Gerah, Rocky Gerung: Prabowo Harus Berani Lepas dari Bayang-bayang Jokowi!

Dari sisi penerimaan pajak, terdapat sedikit penyesuaian yang dipengaruhi oleh implementasi sistem Coretax yang masih dalam tahap penyempurnaan. Selain itu, kondisi ekonomi global juga berkontribusi terhadap tekanan pada penerimaan negara.

Kebijakan kenaikan tarif impor yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump terhadap produk dari Tiongkok, Kanada, dan Meksiko berdampak pada kinerja ekspor Indonesia, yang kemudian mempengaruhi penerimaan pajak dari sektor terkait.

Salah satu indikator yang menarik perhatian adalah perubahan pada Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.

Meskipun terdapat faktor seperti tarif efektif rata-rata dan klaim lebih bayar pajak sejak 2021, rata-rata penerimaan PPh 21 pada Januari–Februari 2025 masih lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Baca Juga: Beda dari yang Lain! Ade Armando: Dedi Mulyadi Bangun Jawa Barat yang Lebih Toleran

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Alit Suwirya

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X