Sentimen pasar yang buruk ini semakin diperburuk dengan laporan dari Bloomberg yang menyebutkan bahwa country risk Indonesia mengalami kenaikan.
Bahkan, lembaga pemeringkat Standard & Poor’s (S&P) memberi status underweight terhadap Indonesia, yang menandakan bahwa investasi di Tanah Air dianggap terlalu berisiko.
Selain itu, kurangnya transparansi dalam peraturan yang mengatur Danantara juga menjadi catatan penting.
Hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai roadmap dan model bisnis yang akan diterapkan dalam superholding ini.
Baca Juga: Banjir Langganan di Karangligar, Dedi Mulyadi Siapkan Solusi Cepat!
Pasar dan investor tentu membutuhkan kepastian dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset negara sebesar ini.
Ferry menegaskan bahwa memasukkan bank ke dalam Danantara adalah keputusan yang berbahaya.
Sejarah telah membuktikan bahwa sistem keuangan yang menggabungkan sektor perbankan dan korporasi dalam satu rumah berpotensi menciptakan krisis besar, sebagaimana yang terjadi pada 1998.
Jika Indonesia tidak belajar dari pengalaman masa lalu, bukan tidak mungkin skema serupa akan berujung pada dampak ekonomi yang jauh lebih buruk di masa depan.***
Baca Juga: Terima Kasih Band Sukatani, Irjen Pol (Purn.) Aryanto Sutadi: Ini Warning untuk Polisi!
Artikel Terkait
Mahfud MD: Kejagung Berani Usut Korupsi Pertamina Karena Restu Prabowo
Ancaman dari Dalam? Faizal Assegaf Sebut Komplotan Jokowi Gerogoti Prabowo
Rocky Gerung: Presiden Prabowo Sangat Telaten dalam Membongkar Korupsi, Tetapi ‘Hidup Jokowi’ akan terus Dipersoalkan
Seruan Salemba! Guru Besar Dukung Mahasiswa, Rocky Gerung: Prabowo Tak Bisa Lagi Anggap Remeh
Selamat Ginting Bongkar Dugaan Pelanggaran Pemerintahan Prabowo: Sengaja atau Dimanfaatkan?
Fakta di Balik Video Viral Mobil Maung Prabowo Isi BBM di Shell, Istana Angkat Bicara