Menurutnya suku bunga obligasi Indonesia yang mencapai 7,036% terlalu tinggi dibandingkan Singapura dan Malaysia.
"Ini bukan soal country risk atau risiko politik tapi soal sistem Indonesia yang tidak efisien. Ada biaya profesional pinjaman yang menjadi celah gratifikasi," ungkapnya.
Ichsanuddin Noorsy juga menyoroti dominasi 15 orang terkaya di Indonesia yang menurutnya setara dengan 64% dari total APBN.
Ia mempertanyakan kontribusi pajak mereka yang dinilai belum mencerminkan kekayaan besar yang mereka miliki.
Baca Juga: BRI Peduli Perkuat Dukungan untuk Kaum Disabilitas, Salurkan Beasiswa dan Fasilitas ke YPAC Jakarta
"Mereka bisa mendikte APBN. Kalau pajaknya benar-benar diusut, potensi penerimaan negara bisa jauh lebih besar," tegasnya.
Ichsanuddin Noorsy mengungkap contoh kasus manipulasi keuangan oleh perusahaan asing seperti Freeport.
Ia menuding perusahaan ini berani menunda pembangunan smelter dengan membayar denda besar kepada pemerintah Indonesia.
"Darimana mereka dapat dana untuk membayar denda? Ini harus dibongkar. Banyak hal yang tidak transparan di sini," katanya.
Baca Juga: Rony Parulian Merilis Single ke-4 'Tak Ada Ujunngnya'
Ichsanuddin Noorsy menegaskan bahwa masalah utama Indonesia adalah tata kelola sumber daya yang buruk.
Ia mengingatkan pemerintah untuk berhenti mengandalkan utang dan mulai membereskan sistem perpajakan serta pengelolaan sumber daya alam.
"Negeri ini kaya tapi dikelola dengan tidak jujur. Kita punya potensi besar tapi hanya akan jadi janji kosong jika tidak ada keberanian untuk berubah," pungkasnya.***
Artikel Terkait
Hasil Manis Lawatan 5 Negara, Prabowo Raih Investasi USD 18,5 Miliar
Akui Khilaf, Ridwan Kamil Minta Maaf soal Pernyataan 'Santuni Janda'
27 November Ditetapkan Sebagai Hari Libur Nasional untuk Pilkada Serentak 2024
Habiburokhman: Usut Dugaan Pelaku yang Diduga Bekingi Tambang Ilegal di Solok Selatan
Anies Dukung Pramono, Maruarar Sirait: Ini Malah Bangunkan Macan Tidur
Deklarasi Dukung Pramono, Anies Ajak Relawan Jaga Integritas Pilkada