Bisnisbandung.com - Pakar hukum Bivitri Susanti mengungkapkan adanya upaya sistematis dari pemerintah untuk melemahkan peran masyarakat sipil sejak era Presiden Jokowi hingga kini di bawah pemerintahan Prabowo.
Menurut Bivitri, pemerintah menerapkan berbagai strategi yang tampak demokratis di permukaan namun sebenarnya menghambat kebebasan dan kritik dari masyarakat sipil, termasuk akademisi, intelektual, dan aktivis.
“Sejak zaman Jokowi, mereka sudah mulai melakukan upaya-upaya untuk melemahkan masyarakat sipil,” tegasnya dilansir dari youtube Keadilan TV.
Baca Juga: Tanggapi Video Viral, Mentan Amran Sulaiman Janji Selesaikan Krisis Pupuk di Seluruh Indonesia
Salah satu metode yang disorot adalah penggunaan hukum sebagai alat pembungkaman. Misalnya, penerapan UU ITE dan KUHP yang digunakan untuk menekan suara kritis.
Kasus Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti yang dijerat hukum meski akhirnya dibebaskan menjadi contoh nyata bahwa perundang-undangan bisa menjadi alat pemerintah dalam mengontrol masyarakat.
Selain itu, ancaman fisik juga sering menghantui diskusi publik, seperti yang dialami Refly Harun yang menghadapi intimidasi saat menggelar diskusi kritis.
Baca Juga: BP Taskin Ungkap Ancaman Kemiskinan Baru di Indonesia, Banyak Warga Menengah Terancam Jatuh Miskin
Ancaman digital berupa doxing dan video intimidasi juga marak di media sosial, yang semakin mempersempit ruang bagi masyarakat sipil untuk bersuara.
“Contoh yang mungkin teman-teman lihat adalah video yang membakar buku Najwa Shihab di TikTok baru-baru ini. Walaupun hanya berupa video, sebenarnya itu adalah cara untuk mengancam pikiran secara digital,” jelas Bivitri Susanti.
Fenomena lain yang terjadi adalah tekanan di lingkungan akademis. Beberapa universitas mengambil tindakan terhadap mahasiswa yang kritis terhadap pemerintah.
Misalnya, BEM Universitas Airlangga (Unair) sempat dibekukan setelah memberikan kritik satir kepada pemerintah.
Selain itu, jabatan dan fasilitas sering kali dijadikan iming-iming bagi akademisi untuk mendukung kebijakan pemerintah, meski kebijakan tersebut sering kali tidak sesuai dengan analisis hukum dan ekonomi yang obyektif.
Baca Juga: Mentan Amran Sulaiman Tawarkan Gaji Rp 10 Juta Bagi Milenial yang Mau Jadi Petani
Artikel Terkait
Jokowi dan Hitler, Rocky Gerung: Dua Wajah Pemimpin yang Merusak Demokrasi
Paradoks Demokrasi 'Sejuk' dalam Kepemimpinan Prabowo Kritik Ray Rangkuti
Mendekonstruksi Demokrasi, Pandangan Eep Saefulloh terhadap Kepemimpinan Jokowi
Reformasi Terancam, Okky Madasari: Jangan Biarkan Militerisme Menghantui Demokrasi Kita
Kekuasaan dalam Demokrasi, Zainal Arifin Mochtar: Oposisi Kunci Keseimbangan
Irma Suryani Sebut Akrobat Politik Tokoh Pro Demokrasi Hanya Genit-Genitan: Biarkan Saja