Mengukir Peluang Di Atas Buah-Buahan

photo author
- Rabu, 16 Oktober 2019 | 11:45 WIB
ukir buah
ukir buah

Peluang dari pelatihan mengukir buah

Seni ukir buah atau fruit carving tidak hanya mendatangkan peluang bisnis di bidang dekorasi berbagai acara, melainkan juga peluang dari menjadi pengajar ukir  serta menjual peralatannya.

I Nyoman Putra Yasa, fruit carving artist sekaligus pemilik Bali Carving Artist asal Ubud, Bali mengatakan, selain membuat fruit carving, ia juga mengajar dan menjual satu set peralatan carving.

Ia mengajar di beberapa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Ubud serta mengajar di Bali Carving Artist. Bali Carving Artist merupakan komunitas yang didirikan oleh Putra sebagai wadah para muridnya untuk bertukar informasi seputar fruit carving dan pesanan dari konsumen.

Bahkan jika ada pesanan yang tidak terlalu sulit motifnya, Putra menyerahkan order  tersebut ke murid-muridnya di Bali Carving Artist. "Kami di sana saling kerjasama. Misal kalau ada yang sedang garap banyak pesanan dan tidak kepegang, pasti ada anggota lain yang ikut bantu," tuturnya.

Putra juga membuka kursus fruit carving di rumahnya. Tarif kursus ini dibanderol Rp 500.000 untuk sekali datang. Biasanya belajar praktik berlangsung selama tiga jam, peserta kursus private fruit carving juga bakal mendapat video tutorial seputar teknik fruit carving.

Jika sudah pernah sekali datang, peserta tersebut ingin memperdalam fruit carving, Putra tidak mengenakan biaya tambahan lagi. "Kuncinya adalah rajin latihan sesuai dengan tutorial yang sudah saya berikan itu. Asal teknik dan alatnya juga benar, pasti bisa, meskipun orang itu tidak bakat seni," ungkapnya.

Pria berusia 34 tahun ini juga menjual satu set alat fruit carving yang terdiri dari lima jenis pisau. Satu set peralatan tersebut dibanderol Rp 800.000 hingga Rp 950.000. Putra membuat sendiri semua peralatan fruit carving tersebut.

Hal serupa juga dilakukan oleh Ragiel, pemilik Indonesia Art Chef Shop asal Yogyakarta. Ia juga menjual peralatan fruit carving yang berasal dari Thailand. Satu set peralatan tersebut harganya Rp 450.000. Ia juga mengajar fruit carving di komunitas Fruit Carving Jogja.

Sekarang, jumlah anggota dalam komunitasnya tersebut ada 130 orang. Sistem pembayaran tiap anggota berupa bagi hasil setiap penjualan produknya. "Sebesar 15% penjualan produk fruit carving diserahkan ke komunitas untuk kas dan upah saya mengajar," jelas Ragiel.

Jalur sebagai pengajar fruit carving juga ditempuh oleh fruit carving artist lainnya, yaitu Esti Hartanti. Menurutnya, sebagai seorang idealis, lebih baik dirinya mengajarkan ketrampilan yang dimilikinya kepada orang lain daripada menjual karya seni dengan harga murah.

Esti menilai bahwa menjamurnya para fruit carving artist membuat industri kreatif ini terjebak dalam perang harga dengan desain yang monoton. Ditambah lagi, menurut pendapatnya, pasar Indonesia belum bisa menghargai hasil karya seni ukir buah.

Tidak ingin ikut arus, ibu dua anak ini tergolong idealis menjaga profesinya sebagai ahli ukir buah. Dia pun tidak sungkan menolak konsumen bila harganya tidak sesuai.  "Beberapa bulan lalu saya baru saja menolak permintaan untuk membuat ukiran buah pada acara IMF yang akan diselenggarakan di Bali bulan depan. Menurut saya, tarif  yang ditawarkan kurang pantas untuk hasil karya saya," ungkapnya.

Sebelumnya, Esti selalu diminta untuk membuat ukiran buah dalam acara kenegaraan. Misalnya acara perayaan  HUT Indonesia dan lainnya. Dia bersama tim membutuhkan waktu satu tahun untuk menciptakan konsep dan miniaturnya. (C-003/bbs)***

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X