Gara-Gara Larangan Impor, Berhasil Bisnis Parfum

photo author
- Jumat, 28 Juni 2019 | 17:45 WIB
parfum
parfum

Tak patah arang

Toh, Syarif tak patah arang. Ia tetap semangat mencari toko parfum lain. Kebetulan, dia punya teman yang memiliki toko parfum di daerah Condet, Jakarta Timur. Cuma, empat bulan berjalan, penjualan parfumnya tidak bagus. Si teman pun meminta Syarif untuk menarik barang dari tokonya.

Kebetulan lagi, di sebelah toko temannya, ada gerai parfum. Dia pun memasukkan produknya ke toko itu. Tentu, “Saya minta izin dulu ke teman saya, kan, ada etika ke teman dan saya enggak mau melanggar itu,” tambah Syarif. Setelah tiga bulan, si pemilik toko mengembalikan produknya lantaran tidak laku.

Penyebabnya, parfum Dobha sama dengan produk impor dari Arab Saudi. “Kata pemilik toko, kalau mau memasukkan produk di tokonya, harus beda,” ujarnya. Dari situ, Syarif lantas membuat parfum varian Rana Rani. Hasilnya, penjualannya oke. Dan tanpa disangka, si pemilik toko memintanya untuk mengirim kembali produk yang sama dengan parfum impor asal Arab.

“Setelah itu, saya merasa seperti durian runtuh. Dia merupakan jalan rejeki buat saya. Setiap hari dia order, saya sampai kewalahan karena belum ada pabrik karena order luar biasa itu di awal 2015,” imbuh dia.

Hanya, saat permintaan dari toko tersebut sedang tinggi-tingginya, nilai tukar rupiah melemah tajam terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Jelas, Syarif menjadi bingung: menaikkan harga atau tidak. Maklum, bahan baku dan botol kemasan parfum masih impor. Tapi dengan mantap, dia memutuskan untuk tidak mengerek harga jual produknya. “Saya tetap optimistis. Alhamdulillah rupiah membaik, usaha saya pun membaik,” katanya yang menambahkan, kala dollar negeri Uwak Sam mahal, ia tidak bisa dapat margin usaha.

Bangun pabrik

Memang awalnya, parfum bikinannya jadi opsi kedua. Banyak konsumen masih memilih produk impor. Tapi sekarang, justru Dobha menjadi opsi pertama banyak konsumen. Dari hanya lima, kini produknya memiliki 200 varian aroma. Cuma, ia mengungkapkan, tak semua aroma memperoleh sambutan positif dari konsumen. “Ada puluhan varian yang enggak laku. Jadi memang, inovasi harus saya lakukan terus menerus,” ujar Syarif. Menariknya, kebanyakan orang melakukan inovasi saat pasar sedang jenuh. Tetapi tidak buat Syarif. Dia berinovasi saat pasar sedang bagus-bagusnya. “Saya manfaatkan sifat alamiah manusia. Di otak manusia, tentu ada perasaan penasaran ingin mencoba sesuatu yang baru,” katanya.

Ilmu ini ia dapat dari sang ayah yang juga menjadi mentornya. Dengan memanfaatkan sifat alamiah manusia itu, Syarif yakin, pelanggan akan mencoba varian baru parfumnya. Untuk menciptakan varian anyar, dia terkadang mencari ide dengan berselancar di dunia mata. Tak jarang pula, mendapat ilham dari teman-temannya. “Jadi, inspirasi bisa dapat dari mana saja,” ucapnya yang juga membuat produk spray berupa pen dan pocket spray. Tentu, seperti pebisnis kebanyakan, Syarif pernah merugi akibat kena tipu orang. Ia berkisah, pernah ada pembeli dari Sumatra dalam jumlah besar yang meminta untuk kirim barang dulu baru bayar.

Pengiriman pertama dan kedua tidak ada masalah. Si pembeli membayar semua tagihan begitu barang sampai.

Yang ketiga, sebetulnya pembeli itu mengirim uang muka (DP) terlebih dahulu. Namun, setelah barang terkirim, pembeli tadi tidak melunasi sisa pembayaran. Cuma, “Ini hal biasa dalam bisnis,” tegas Syarif.

Selain Sumatra, pembeli parfum Dobha juga dari daerah lain di luar Pulau Jawa. Ini berkat peran 1.500 agen yang tersebar di seluruh Indonesia. Ribuan agen ini ada di bawah satu agen besar. “Sistem ini penting karena banyak yang mau jadi agen. Supaya enggak repot, saya pegang satu agen saja yang besar itu, jadi dia yang mengurus keagenan,” terangnya.

Dan, bukan cuma dalam negeri, parfum Dobha merambah pasar ekspor, mulai Filipina, Singapura, Malaysia, Pakistan, Nigeria, hingga Somalia. Seiring permintaan yang menanjak, Syarif pun membangun pabrik di daerah Serpong, Tangerang Selatan pada 2017. Ia berkongsi dengan temannya. “Pabriknya seluas 500 meter persegi. Saya bangun setelah keluar izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),” tambahnya.

Di tahun yang sama, dia menaikkan status usahanya jadi perseroan terbatas (PT). Namanya: PT Dobha Putra Salim yang berkantor di Bogor. Jumlah pekerjanya total 69 orang. Ke depan, Syarif berencana memproduksi bahan baku parfum dan bukhur atau dupa. “Saya lihat potensi bukhur di Indonesia. Harapannya, juga bisa bikin pabrik di Bogor,” ujarnya yang sudah punya lahan di daerah Cibalagung. (C-003/BBS)***

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X