Membangun Ekosistem Green Fashion

photo author
- Senin, 29 April 2019 | 17:45 WIB
Green Fashion
Green Fashion

PERKEMBANGAN industri fesyen ramah lingkungan semakin pesat di berbagai penjuru dunia, termasuk di Indonesia. Bagaimanapun, sebagian besar pelakunya masih didominasi oleh pelaku bisnis fesyen skala kecil dan menengah. Sayangnya, ekosistem fesyen ramah lingkungan di Tanah Air juga belum terbangun secara mumpuni.Perkembangan industri fesyen ramah lingkungan semakin pesat di berbagai penjuru dunia, termasuk di Indonesia. Bagaimanapun, sebagian besar pelakunya masih didominasi oleh pelaku bisnis fesyen skala kecil dan menengah.

Ekosistem fesyen ramah lingkungan di Tanah Air juga belum terbangun secara mumpuni. Salah satu penyebabnya adalah citra bahwa material green/eco fashion cenderung mahal dan sulit didapatkan, serta pasarnya belum terbangun dengan kuat.

Akan tetapi, di beberapa kota, pergerakan untuk memperkuat industri fesyen ramah lingkungan mulai digagas. Salah satunya adalah di Bandung, yang merupakan kota ‘pusat mode’ dan garmen paling terkenal di Indonesia.

Di Bandung, saat ini telah dirintis ekosistem dunia fesyen ramah lingkungan yang terintegrasi di dalam satu areal. Ekosistem tersebut terdapat di The Green Kosambi Sourcing Mall (GSM) yang berlokasi di bilangan Lengkong, Kota Bandung, Jawa Barat.

CEO Green Kosambi Francis Dina Kartantya menjelaskan bahwa ekosistem fesyen tersebut dibuka untuk mengikuti perkembangan tren fesyen yang terus berubah. Bandung dipilih karena merupakan kota tekstil dan garmen paling berpengaruh di Indonesia.

"Dalam hitungan bulan, selalu muncul mode fesyen baru. Hal ini tak lepas dari produktivitas para desainer lokal yang inovatif merancang baju-baju model baru, dan munculnya generasi muda kreatif yang antusias dengan industri fesyen," ujarnya.

Menurutnya, saat ini masyarakat semakin cerdas dan berselera tinggi dalam memilih produk fesyen. Sayangnya, di sisi lain, subsektor ini masih menghadapi banyak tantangan.

“Produk fesyen lokal masih menjadi anak tiri. Pasar masih memprioritaskan ruangnya untuk produk-produk fesyen impor, sehingga produk fesyen lokal kurang mendapatkan tempat di pasar dalam negeri,” tuturnya.

Tantangan lain yang tak kalah penting adalah renggangnya sinergi industri hulu ke hilir; mulai dari pabrik tekstil/garmen, perancang busana, hingga ke urusan pasar.

“Oleh karena itu, kami menciptakan ekosistem fesyen di mana produsen mesin, bahan kimia, pabrik tekstil/garmen, perancang busana, sampai ke market place dan lembaga pendidikan, fotograf, periklanan, hukum, HKI, dan lembaga pembiayaan/perbankan dapat berinteraksi dan bersinergi,” ujarnya.

Tujuannya adalah agar pengembangan pasar produk fesyen lokal khususnya busana santun (modest wear) dan denim dapat dibuka lebih luas. Selain itu, agar pengembangan teknologi produksi lokal dapat bersaing di pasar dalam negeri dan global.

Ramah Lingkungan

Di GSM, para pelaku UKM dan startup fesyen lokal juga ditanamkan untuk mempraktikkan sistem produksi yang ramah lingkungan dengan menggunakan mesin-mesin berteknologi mutakhir. Misalnya saja teknologi laser untuk mencetak pola, atau teknik pencucian tanpa air.

Di sana disediakan mesin-mesin baru seperti Jeanologia Laser, Optimum Digital Ultra Wide direct to fabric printing, CAD/CAM pola, mesin-mesin jahit, obras, dan mesin garmen lainnya yang harganya cukup signifikan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X