Bisnis Bandung, (BB) --- Pengamat Perdagangan Internasional, Universitas Widyatama Dwi Fauziansyah Moenardy S. IP,.M.I.Pol menjelaskan, Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA) adalah organisasi antar pemerintah Islandia, Liechtenstein, Norwegia dan Swiss. EFTA didirikan pada tahun 1960 untuk mempromosikan perdagangan bebas dan integrasi ekonomi di antara para anggotanya.
Tugas utama Asosiasi ini antara lain memelihara dan mengembangkan Konvensi EFTA yang mengatur hubungan ekonomi antara keempat Negara EFTA; Managing the Agreement on the European Economic Area (EEA Agreement), yang menyatukan Negara-negara Anggota Uni Eropa dan tiga Negara EFTA – Islandia, Liechtenstein dan Norwegia – dalam satu pasar, juga disebut sebagai “Pasar Internal” dan mengembangkan jaringan perjanjian perdagangan bebas EFTA di seluruh dunia. Salah satunya dengn Indonesia.
1 November 2021 melalui Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi sepakati adakan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Negara-Negara EFTA (Indonesia-European Free Trade Association Comprehensive Economic Partnership Agreement atau IE- CEPA) yang telah resmi berlaku. Dengan diadakan kesepakatan ini maka akan mengatasi salah satu hambatan dalam perdagangan internasional mengenai pengenaan tarif.
Dwi Fauziansyah Moenardy S. IP,.M.I.Pol mengatakan, tarif menjadi hambatan terbesar dalam aktivitas perdagangan, sehingga perlu menjadi perhatian penting. Oleh sebab itu setiap negara akan berusaha untuk mengadakan kesepakatan untuk mengurangi bahkan sampai menghilangkan beban tarif tersebut. Didalam kesepakatan IE-CEPA ini adanya kesepakatan penghapusan tarif sehinga dapat dilihat ini menjadi manfaat IE-CEPA bagi eksportir Indonesia dengan terbukanya akses pasar ke negara-negara EFTA melalui penghapusan tarif bea masuk,katanya kepada Bisnis Bandung (BB), di Bandung.
Dosen Universitas Widyatama ini memaparkan, mulai 1 November 2021, Islandia menghapuskan bea masuk untuk 94% dari total pos tarifnya, Norwegia 91%, serta Swiss dan Liechtenstein masing-masing 82%.
Dari kesepakatan ini terbuka banyak peluang untuk produk-produk Indonesia yang mendapat tarif nol persen. Produk-produk tersebut antara lain kelapa sawit, ikan, emas, kopi, dan produk industri manufaktur seperti tekstil, alas kaki, sepeda, mainan, furnitur, peralatan listrik, mesin, dan ban.
Para pelaku usaha Indonesia harus dapat memanfaatkan kesepakatan ini. Selain manfaat tentu terdapat dampaknya, yaitu jika barang kita mendapat tarif nol persen begitupun sebaliknya. Sehingga hal ini perlu di antisipasi karena jika kita melihat potensi market dari 4 negara anggota EFTA totalnya sekitar 13,5 juta jiwa berbanding jauh dengan jumlah penduduk Indonesia sebesar 272 juta jiwa. Potensi market di Indonesia jauh lebih besar dari akumulasi dari total 4 negara tersebut. Selain itu dari sisi perdagangan jasa.
IE-CEPA memberikan akses pasar tenaga kerja profesional yang lebih terbuka untuk kategori business visitors, transfer tenaga kerja antar perusahaan yang sama, contractual services supplier, graduate trainee, internship, dan independent professional untuk bekerja di negara-negara EFTA. Ini pun dapat menjadi ancaman bila tidak di ikuti dengan peningkatan kualitas tenaga kerja Indonesia.
Bentuk Kerjasama dengan negara lain tetap dilihat sebagai peluang. Terutama bagi seluruh pelaku usaha dan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM). Karena dalam Persetujuan IE-CEPA, juga terdapat skema khusus untuk meningkatkan peran dan peluang UKM melalui kerja sama dan pengembangan kapasitas, promosi bersama UKM, dan menjalin kemitraan dengan mitra lokal. "Ini harus dapat dimanfaatkan. Pemerintah harus berperan aktif dalam melakukan pendampingan agar pelaku usaha dapat memaksimalkan perjanjian ini dengan optimal", pungkas Dwi Fauziansyah Moenardy S. IP,.M.I.Pol kepada BB. (E-018)***