2. Berada dalam paksaan
Dalam menjalin suatu hubungan, seharusnya kedua pihak yang menjalin hubungan merasa bahagia dengan kehadiran satu sama lain.
Tetapi jika yang terjadi malah sebaliknya, dimana pasangan melakukan paksaan untuk melakukan hal-hal yang membuat kamu tidak nyaman, apalgi dibarengi dengan ancaman baik secara vermal maupun non verbal, itu tandanya kamu sedang dalam hubungan toxic dan abusive.
Baca Juga: 5 Tips Agar Pertemanan Lebih Berkualitas, Anti Toxic-Toxic Club
3. Sering memberikan kekerasan secara emosional
Poin ini seringkali merupakan hal yang paling sulit disadari oleh para korban hubungan toxic dan abusive.
Karena yang diserang oleh pelaku adalah emosi dan perasaan korban sehingga korban merasa bahwa dirinya bukanlah pasangan yang baik.
Biasanya pelaku akan menyalahkan korban dalam hal apapun, sekalipun korban sebenarnya tidak melakukan apa-apa. pelaku juga sering mempermalukan korban baik secara tertutup maupun terbuka hingga menjadi tontonan orang lain.
Baca Juga: Dianggap Tidak Menyenangkan? Coba Terapkan 6 Prinsip Minimalis Biar Tidak Jadi Pribadi Toxic
Pelaku juga sering mengabaikan perasaan, kebutuhan dan keinginan korban. Sebaliknya ia akan mengancam untuk menyakiti dirinya sendiri jika keinginannya tida terpenuhi.
Selanjutnya, pelaku seringkali mengkritik bahkan menghina fisik, hingga harga diri korban, memberikan julukan negatif terhadap korban dengan dalih panggilan sayang.
Hubungan toxic dan abusive biasanya memiliki waktu yang cukup lama, mengingat pelaku dari hubungan toxic dan abusive punya kemampuan memanipulasi keadaan sehingga biasanya, korban dari hubungan toxic dan abusive ini tidak bisa lepas dari si pelaku.
Baca Juga: Simak! Ada 7 Cara Agar Hubungan Anda Menjadi Langgeng
Oleh karena itu, biasanya korban hubungan toxic dan abusive seringkali mengalami stress, gangguan kecemasan, merasa tidak berharga, mengabaikan diri sendiri dan hal-hal positif dari luar, hingga mengalami depresi.
Jika kamu merasa berada dalam hubungan toxic dan abusive setelah membaca artikel ini, segera konsultasikan hal ini kepada psikolog atau psikiater demi kebaikan mu sendiri.***