Bisnisbandung.com - Maraknya gangguan kesehatan mental di masa sekarang membuat munculnya pola pikir baru berupa Slow Living.
Slow living ini merupakan sebuah pandangan untuk lebih memaknai hidup santai yang menurutnya berharga dibandingkan kehidupan yang penuh dengan tekanan.
Namun ternyata slow living ini malah menimbulkan perilaku toxic yang sering kali tidak disadari, Dikutip dari Grace Shinta adapun hal tersebut sebagai berikut:
Baca Juga: 7 Ciri Orang yang Punya Growth Mindset, Mereka Selalu Memancarkan Aura Positif untuk Sekitarnya
- Konsep "Rebahan" yang Kurang Pas
Slow living sebenarnya tidak hanya tentang rebahan dan leha-leha, tetapi lebih pada memahami apa yang penting bagi kita dan membuat pilihan hidup yang sesuai.
Ini tidak seperti sebelumnya di mana segala sesuatu dilakukan dengan impulsif. Contohnya, aku menghindari makanan cepat saji karena lebih memilih memasak sendiri untuk memastikan gizi harianku dan suamiku terpenuhi.
Ini tidak mudah karena memerlukan usaha untuk mempelajari menu sehat, berbelanja ke supermarket, dan memasak sendiri, bahkan lebih melelahkan daripada sekadar makan di luar. Namun, aku yakin bahwa ini adalah pilihan terbaik untuk kesehatan kami.
Baca Juga: Mengenal Negara Mauritania, Pernah Menjadi Pusat Peradaban Islam yang Gemerlap
- Tidak Bisa Dilakukan di Kota Besar
Konsep slow living sering kali lebih cocok dilakukan di daerah yang lebih tenang daripada di ibukota yang serba cepat seperti sekarang ini.
Di kota besar, segalanya menjadi lebih mahal dan tidak semua orang dapat merelatikan diri dengan konsep ini.
Meskipun begitu, di kota kecil atau desa, kita juga bisa menerapkan slow living, tergantung pada cara kita memandang dan menjalani hidup kita.
Baca Juga: Orang Tua Wajib Tahu! 7 Nilai Penting untuk Pembentukan Karakter Anak, No 6 Menerima Perbedaan
- Harus Serba Aesthetic
Ada anggapan bahwa slow living harus serba aesthetic, seperti hidup di rumah minimalis yang serba hitam-putih atau gaya Scandinavian yang sedang trend.
Padahal, konsep slow living seharusnya lebih tentang memilih apa yang benar-benar penting dan berharga bagi kita, bukan sekadar estetika visual.