Dengan bergabung ke BRICS, Indonesia dapat menjalin hubungan dagang baru dengan anggota aliansi, yang dapat mengurangi ketergantungan terhadap ekonomi Barat.
Meskipun ada banyak keuntungan, Julio Ekspor menyoroti beberapa risiko yang bisa muncul. Salah satunya adalah potensi ketergantungan ekonomi.
Jika Indonesia terlalu bergantung pada pasar dan investasi dari negara-negara BRICS, maka ketika salah satu negara mengalami krisis, dampaknya bisa sangat besar terhadap perekonomian nasional.
Perbedaan kekuatan ekonomi juga menjadi faktor yang perlu diperhitungkan. Dalam BRICS, China dan India memiliki dominasi ekonomi yang sangat besar, baik dari segi populasi maupun kekuatan industri.
Baca Juga: Desakan Adili Jokowi Menguat, Rocky Gerung Tantang Prabowo Bertindak Tegas
Hal ini dapat membuat posisi Indonesia kurang signifikan dalam pengambilan keputusan strategis dalam aliansi.
Persaingan dagang yang tidak seimbang juga menjadi perhatian serius. China dan India memiliki kemampuan produksi yang jauh lebih murah dan lebih cepat dibandingkan dengan Indonesia.
Jika tidak diantisipasi dengan baik, produk lokal bisa kalah bersaing di pasar domestik, yang pada akhirnya bisa memukul sektor UMKM Indonesia.
Baca Juga: Kabinet Prabowo Kawin Paksa, Faizal Assegaf: Militan Jokowi Bikin Gaduh!
Selain itu, dengan bergabungnya Indonesia ke BRICS, ada kekhawatiran terkait meningkatnya tekanan geopolitik.
Aliansi ini kerap dianggap sebagai penyeimbang dominasi ekonomi dan politik Barat, yang bisa membuat Indonesia berada dalam posisi diplomatik yang lebih kompleks.
Julio Ekspor menilai bahwa bergabungnya Indonesia dalam BRICS bisa menjadi pedang bermata dua.
Di satu sisi, ini bisa membuka peluang besar bagi perekonomian nasional, meningkatkan investasi, serta memperkuat posisi Indonesia di panggung global.***
Baca Juga: Gelombang Protes 'Adili Jokowi' Meluas, Adi Prayitno: Ini Ekspresi Kekecewaan Politik