"Sebagai otoritas sistem pembayaran, dengan sangat tegas BI mengatakan cryptocurrency dalam bentuk apa pun atau koin-koin yang lain, tidak sah sebagai alat pembayaran. Itu sudah ada undang-undangnya yang disebut UU Mata Uang," kata Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono dalam acara virtual, Sabtu (8/5/2021).
Erwin mengungkapkan, UU No 7/2011 tentang Mata Uang, hanya mengakui Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Sehingga, BI melarang penggunaan mata uang lainnya karena bertentangan dengan aturan yang berlaku.
"Dengan sangat simple mengatakan mata uang yang sah di negara ini hanya Rupiah. Dengan demikian any currency mau Bitcoin, mau Dinar, yang pernah jadi heboh juga, dia bukan alat pembayaran sah," dia menekankan.
Bukan tanpa alasan BI melarang penggunaan mata uang digital kripto sebagai alat pembayaran. Sebab, ada risiko yang mengintai masyarakat.
"Seperti nilai yang sangat fluktuatif, kemudian tidak ada aktivitas ekonomi, tapi dia menjanjikan pendapatan yang tetap. Itu tidak masuk akal," dia mengakhiri.
Meski dilarang sebagai alat pembayaran, namun kripto merupakan komoditi yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka.
Menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Budi Frensidy, investasi dalam mata uang kripto memiliki risiko yang sangat tinggi. Sebab, semua murni tergantung hukum supply and demand.
"Keuntungan akan terjadi kalau semua orang memburu aset kripto. Jadi, demand begitu tinggi, sementara supply-nya mungkin pada membatasi diri untuk menjual, berharap keuntungan lebih besar lagi. Jadi, keuntungannya bisa besar selama animo demand-nya naik," kata Budi.
Sementara untuk kerugiannya adalah kripto tidak memiliki dasar untuk diukur. Jadi, semua benar-benar murni spekulasi.
"Kripto jauh lebih mengerikan ketika turun daripada investasi saham, karena tidak ada fundamental, tidak ada underlying asset. Harga wajarnya berapa tidak tahu. Sepenuhnya diserahkan ke mekanisme pasar supply and demand. Kalau semua menjual dan demand tak ada lagi, maka harga akan terbanting. Jadi ini very high risk, karena tidak ada ilmunya, benar-benar untung-untungan saja."
Penuh Spekulasi
Kripto seperti ajang spekulasi tingkat tinggi. Investor memang bisa memperoleh untung sampai ratusan persen, tapi juga harus siap ketika rugi sampai lebih dari 90 persen.
"Forex juga sebenarnya high risk, tapi itu masih mending, ada fundamentalnya, masih ada kalkulasi underlying asset. Tapi kripto itu murni virtual, imajinasi dan tidak ada fisiknya," ucap Budi.
Investasi kripto lebih cocok untuk orang-orang yang memiliki jiwa spekulatif tinggi. "Mungkin spekulan sudah bosan dengan forex, tidak ada tantangan yang baru lagi dan dianggap tidak menjanjikan keuntungan lagi. Jadi kripto seperti mainan baru spekulan," tambahnya.
Salah satu keraguan dalam berinvestasi pada kripto adalah tidak adanya underlying asset atau basis indikator yang menaungi nilai investasinya. Hal ini yang membuat beberapa investor ragu, termasuk Lo Kheng Hong.