Bisnisbandung.com - Penanganan dugaan korupsi proyek jalan di Sumatera Utara kembali memicu sorotan publik setelah Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) resmi mengajukan gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Gugatan ini didaftarkan karena lembaga antirasuah dianggap tak kunjung memeriksa Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, yang dinilai memiliki relevansi penting dalam kasus tersebut.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menjelaskan bahwa gugatan ini merupakan tindak lanjut dari komitmen yang telah disampaikan sejak operasi tangkap tangan KPK terhadap Topan Ginting beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Ridwan Kamil Bantah Terima Aliran Dana Kasus BJB, KPK Tegaskan Bukti Mengarah Sebaliknya
Menurut MAKI, Bobby selaku atasan langsung Topan Ginting semestinya menjadi salah satu pihak yang dimintai klarifikasi untuk mengurai duduk perkara proyek jalan tersebut.
MAKI juga mempermasalahkan temuan baru dari persidangan yang memunculkan perintah hakim agar pejabat terkait, termasuk gubernur, dihadirkan untuk memperjelas rangkaian peristiwa.
“Maka ketika KPK tidak memanggil padahal sudah ada hakim juga yang meminta dipanggil ke persidangan, juga tidak dipanggil, maka saya gugat praperadilan,” tegas Boyamin, dilansir dari youtube Metro TV.
Perubahan anggaran proyek yang disebut terjadi hingga empat kali tanpa persetujuan DPRD menjadi salah satu aspek yang dianggap perlu dibuka secara transparan. Namun sejauh ini, KPK dinilai belum menindaklanjuti permintaan tersebut.
Selain itu, MAKI menyoroti sejumlah kejanggalan lain, seperti tidak dilakukannya pemanggilan paksa terhadap Rektor Universitas Sumatera Utara, Murianto Amin, yang dua kali mangkir dari pemeriksaan.
MAKI juga mempertanyakan hilangnya unsur uang sebesar Rp2,8 miliar dari surat dakwaan, padahal dana tersebut disebut ditemukan di rumah tersangka Topan Ginting dan dinilai penting untuk mengungkap aliran manfaat kasus ini.
Melalui praperadilan, MAKI berharap KPK memberikan penjelasan terbuka di hadapan hakim mengenai seluruh langkah penanganan perkara.
Bagi MAKI, praperadilan bukan sekadar instrumen legal, tetapi juga sarana audit kinerja penegak hukum yang mampu memaksa adanya jawaban formal dan tidak bisa diabaikan, berbeda dengan surat atau permintaan audiensi.
Jika hakim nantinya mengabulkan gugatan, MAKI meyakini hal itu dapat menjadi dasar untuk memerintahkan KPK melanjutkan proses penyidikan secara lebih serius.