nasional

MUI Terbitkan Fatwa Larangan Pungutan PBB Berulang, Ketimpangan Pajak Jadi Alasan

Rabu, 26 November 2025 | 20:00 WIB
MUI keluarkan Fatwa pajak pbb berulang (Tangkap layar youtube Metro TV)

bisnisbandung.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa terbaru mengenai pajak yang menegaskan larangan pungutan berulang pada Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Fatwa ini lahir setelah lembaga keulamaan tersebut menilai adanya ketidakadilan dalam implementasi pajak daerah di berbagai wilayah Indonesia.

Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, memaparkan latar belakang, kondisi faktual, dan urgensi pembentukan fatwa tersebut.

Baca Juga: Jadi Rahasia Umum, Morowali Disebut Pusat Aktivitas Bisnis Tenaga Kerja Cina Sejak Era Jokowi

Menurut Niam, MUI berkewajiban memberikan perlindungan kepada masyarakat dan berperan sebagai mitra strategis pemerintah dalam memastikan kebijakan publik selaras dengan prinsip kemaslahatan.

Ia menilai banyak kasus di lapangan yang memicu keresahan masyarakat, terutama terkait kenaikan PBB yang dianggap tidak proporsional.

Salah satu contoh nyata terjadi di Kabupaten Pati, di mana perubahan nilai jual objek pajak memicu kenaikan pungutan PBB secara signifikan hingga menimbulkan aksi protes.

Niam menjelaskan bahwa persoalan serupa juga muncul di sejumlah daerah besar, termasuk Jakarta.

Baca Juga: Klaim Bobibos Dinilai Menabrak Hukum Fisika Dasar, Raymond Chin Ungkap Sejumlah Kejanggalan

Ia menyoroti fenomena warga yang harus meninggalkan rumah tinggalnya karena tidak mampu menanggung lonjakan pajak setelah harga tanah meningkat drastis akibat perkembangan kota.

Kejadian seperti ini dianggap mencerminkan ketidakadilan struktural dalam kebijakan perpajakan.

“Jangan sampai kemudian orang yang lemah terus ditekan untuk kepentingan target pajak. Sementara orang yang mampu karena punya akses untuk mempengaruhi kebijakan sehingga dia tidak cukup kontributif di dalam pembayaran pajak,” ucapnya dilansir dari youtube Metro TV.

Selain itu, Niam juga menyoroti penerapan pajak konsumtif yang dinilai sering membebani masyarakat bawah.

Ia menilai bahwa dalam praktiknya, beban pajak pada produk konsumsi biasanya berakhir di tangan konsumen akhir, sementara produsen dan distributor hanya menjadi perantara dalam rantai pungutan tersebut. Kondisi ini menunjukkan perlunya desain ulang sistem perpajakan agar lebih berkeadilan.

Baca Juga: Sherly Tjoanda Akui Hasil Tambang Hanya Dinikmati Segelitir Pihak, Kerusakan Ekologis Baru Mulai Didata?

Halaman:

Tags

Terkini