bisnisbandung.co - Sidang sengketa informasi terkait permintaan salinan ijazah Joko Widodo untuk Pilpres 2019 kembali memanas setelah Ketua Majelis Komisi Informasi Pusat (KIP) menunjukkan kejengkelan terhadap jawaban KPU RI.
Persidangan ini merupakan lanjutan dari permohonan yang diajukan Bonatua, yang menilai KPU tidak memberikan respons memadai atas permintaannya, meminta permohonan informasi pada awal Agustus lalu.
Sedangan dalam sidang, majelis menilai KPU tidak menunjukkan kesiapan ketika diminta menjelaskan keberadaan berkas pencalonan yang seharusnya masih tersimpan.
Baca Juga: Jadi Rahasia Umum, Morowali Disebut Pusat Aktivitas Bisnis Tenaga Kerja Cina Sejak Era Jokowi
KPU dianggap membutuhkan waktu terlalu lama untuk mencari dokumen, meski berkas tersebut sudah berusia sekitar satu dekade dan semestinya mudah ditemukan. Situasi ini memicu pertanyaan mengenai tata kelola arsip lembaga penyelenggara pemilu tersebut.
Majelis kemudian menguji kembali tujuan permohonan informasi dari pihak pemohon. KIP menilai penting untuk memastikan apakah permintaan tersebut diajukan demi kepentingan pribadi atau untuk kepentingan publik yang lebih luas.
Selain itu, majelis juga meminta pemohon menjelaskan potensi kerugian apabila informasi yang diminta ternyata tidak dapat diberikan.
Dalam pembahasan materi sengketa, KPU menyatakan sebagian dokumen pencalonan periode 2014 telah diberikan kepada pemohon, sementara dokumen untuk pemilihan periode 2019–2024 juga dinilai sudah diterima.
Baca Juga: Rocky Gerung Singgung Dugaan Jokowi Izinkan Bandara Morowali Beroperasi di Era Pemerintahannya
Namun, persoalan muncul karena salinan ijazah yang diserahkan memuat beberapa bagian yang ditutup atau dihitamkan, yang menimbulkan keberatan dari pemohon.
Ketua Majelis menilai KPU tidak konsisten dalam menyampaikan argumentasi terkait penutupan informasi tersebut.
“Berarti Anda bingung antara dikecualikan dan tidak dikecualikan. Priben, toh, Mas?” ujar ketua majelis dilansir dari youtube Kompas TV.
Dalam sesi klarifikasi, KPU terlihat bingung antara menempatkan informasi sebagai data yang dikecualikan atau data yang seharusnya dibuka. Kebingungan tersebut membuat jalannya sidang berulang kali tersendat.
Majelis menegaskan bahwa KPU memiliki kewenangan untuk menetapkan pengecualian informasi sesuai ketentuan undang-undang, namun keputusan tersebut wajib disertai uji konsekuensi.
Baca Juga: Menhan Bongkar Bandara Ilegal di Morowali, Beroperasi Sejak Era Jokowi