Menurut Adi polemik ini lebih pada soal sensitivitas politik.
Anggota DPR dipersepsikan publik sebagai kelompok elite yang sudah sejahtera sehingga kenaikan tunjangan di saat rakyat kesulitan memicu resistensi.
"Ini soal rasa keadilan. Kenapa guru, dosen, atau rakyat biasa yang struggling tidak mendapat perhatian, sementara DPR justru dapat tambahan tunjangan? Itu yang jadi pertanyaan publik," jelasnya.
Baca Juga: Eropa Satu per Satu Akui Palestina, Hamas Ambil Sikap Realistis Terima Gencatan Senjata
Adi menutup dengan mengingatkan bahwa seharusnya polemik tunjangan ini diimbangi dengan kinerja nyata DPR.
"Yang paling penting, tunjangan itu harus berbanding lurus dengan produktivitas dan keberpihakan DPR pada rakyat. Jangan sampai fasilitas naik tapi keberpihakan pada rakyat justru minim," tegasnya.***