bisnisbandung.com - Penasihat Kapolri, Irjen (Purn) Aryanto Sutadi, membeberkan duduk persoalan di balik kecurigaan publik bahwa aparat melindungi bandar judi online besar.
Menurutnya, stigma tersebut muncul karena penindakan selama ini lebih banyak menyasar pemain atau pelaku di level bawah, sementara bandar besar belum tersentuh.
Aryanto menjelaskan, kasus terbaru di Yogyakarta yang melibatkan lima pemain judi online terjadi setelah kepolisian menerima laporan dari intelijen siber.
“Jadi polisi ini kemarin itu kan menangkap lima orang pemain, tapi dia menggunakan satu orang koordinatornya ya,” jelasnya dilansir dari youtube Kompas TV.
Baca Juga: Cuma Cuci Piring Digaji Rp75 Juta! Gaji Pekerja Restoran di Swiss Bikin Warganet Geleng-Geleng
“Yang empatnya itu adalah sebagai yang taruhan atau apa gitu. Kemudian dia menggunakan situs-situs yang ada dari bandar yang lebih tinggi lah, kurang lebih gitu, memanfaatkan gitu, sehingga dia mengambil keuntungan dari itu gitu loh,” terusnya.
Para pelaku memanfaatkan situs milik bandar yang lebih besar untuk memperoleh keuntungan. Dalam penindakan tersebut, polisi berhasil menangkap koordinator dan empat anggota yang terlibat dalam aktivitas taruhan.
Ia mengakui bahwa penangkapan ini memang baru menyentuh jaringan kelas bawah, sedangkan bandar besar yang menyediakan situs utama masih belum terdeteksi.
Baca Juga: Tuai Protes Keras, Bupati Pati Kekeh Naikkan PBB di 250%, Pengamat Kebijakan Publik Beri Kritik
“Polisi belum mampu menangkap yang bandar yang gede itu tadi, yang menyediakan situs itu tadi. Inilah duduk permasalahannya,” tuturnya.
Hal ini dinilai sebagai tantangan teknis yang membutuhkan kemampuan pelacakan lebih mendalam.
Menurut Aryanto, kelemahan terbesar aparat saat ini adalah kurangnya komunikasi yang efektif kepada publik.
Tanpa penjelasan yang jelas, masyarakat mudah berasumsi bahwa penegakan hukum berpihak pada bandar besar.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Mahasiswi di Ponpes Ora Aji, Dedi Mulyadi Siap Bantu Biaya Kuliah