bisnisbandung.com - Pakar hukum tata negara Refly Harun menyatakan keprihatinan atas proses hukum yang menjerat Tom Lembong.
Menurutnya, sejak awal penangkapan hingga sidang terakhir, terdapat sejumlah keanehan dalam konstruksi perkara yang mengaitkan mantan pejabat dan ekonom nasional itu dalam dugaan tindak pidana korupsi.
Refly menegaskan bahwa elemen dasar dalam kasus korupsi seharusnya dapat dilacak melalui bukti konkret seperti penerimaan uang atau aliran dana.
Namun dalam kasus ini, hingga sidang terbaru berlangsung, tidak ditemukan bukti bahwa Tom Lembong menerima dana secara langsung maupun tidak langsung.
“Lalu apa yang menyebabkan Tom Lembong kemudian dianggap sebagai koruptor? Karena aneh, walaupun memang unsur korupsi itu merugikan keuangan negara, enggak jelas menguntungkan orang lain, menguntungkan diri sendiri,” tegasnya dilansir dari youtube Kompas TV.
Bahkan dari sisi tuntutan, jaksa disebut tidak menetapkan kewajiban membayar ganti rugi kepada negara, yang biasanya menjadi bagian penting dalam pembuktian kerugian negara akibat korupsi.
Baca Juga: Dedi Mulyadi Jawab Tantangan Warga Banten, Siapa Takut Tindak Perusahaan Besar
Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai dasar penetapan status hukum Tom Lembong sebagai terdakwa.
Refly menyoroti bahwa meskipun unsur kerugian negara sering kali dijadikan pijakan dalam kasus korupsi, tidak serta merta hal itu menunjukkan ada pihak yang memperoleh keuntungan.
Dalam kasus ini, tidak terlihat adanya keuntungan pribadi yang diperoleh oleh Tom Lembong, apalagi bukti pengayaan diri yang biasanya menjadi titik tekan dalam kasus serupa.
Sebagai seorang akademisi dan praktisi hukum, Refly menilai bahwa tidak adanya bukti penerimaan dana seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam menyimpulkan dugaan korupsi.
Dalam pandangannya, penetapan status koruptor tanpa elemen dasar seperti aliran uang bisa menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.
Baca Juga: Viral! Kereta Cepat Berhenti di Atas Jembatan, Netizen Panik: Mogok?