Hal ini dianggap mencerminkan ketidakadilan struktural dalam sistem hukum dan kebijakan negara.
Menurutnya, jika tren pemberian keringanan kepada koruptor terus berulang dari rezim ke rezim, maka masyarakat akan merasa bahwa proses hukum terhadap korupsi hanya bersifat simbolik.
Ia menyampaikan kekhawatiran bahwa praktik remisi yang berulang bisa membuat masa tahanan para koruptor terasa ringan, bahkan nyaris tak bermakna di mata publik.
Pandangan Alifurrahman ini memperlihatkan keresahan yang dirasakan banyak pihak terhadap konsistensi negara dalam memerangi korupsi.***
Baca Juga: Pakar Sebut Pemerintah Brazil Sulit Gugat Indonesia dalam Kasus Juliana Marins