Bisnisbandung.com - Pakar hukum Prof. Suparji Ahmad menyoroti masih maraknya praktik mafia peradilan di Indonesia.
Maraknya praktik mafia peradilan karena minimnya efek jera dari hukuman yang dijatuhkan.
Prof. Suparji juga menyinggung lemahnya pengawasan internal dan eksternal serta rendahnya integritas para aparat penegak hukum.
Baca Juga: Angkat Cerita Rakyat Malin Kundang dalam Balutan Thriller Modern, Produksi Come and See Pictures
Dikutip dari youtube kompas, Prof. Suparji menjelaskan “Masih ada pertimbangan kemanusiaan atau sisi humanisme yang membuat vonis tidak seberat-beratnya bagi para pelaku.”
Menurut Prof. Suparji vonis yang dijatuhkan harus benar-benar keras dan bisa memulihkan kerugian keuangan negara.
Ia menyebut momentum saat ini sangat tepat mengingat ada pencapaian pemulihan aset hingga Rp11,8 triliun yang menjadi kontribusi nyata penegakan hukum terhadap negara.
“Tentu ini bukan sekadar klise tapi memang harus dilakukan agar penegakan hukum tidak justru membebani negara,” kata Prof. Suparji.
Baca Juga: “Masih Banyak yang Lebih Penting” Irma Suryani Minta Publik Sabar Soal Surat Purnawirawan
Di sisi lain Prof. Suparji mengkritisi mekanisme pengawasan internal maupun eksternal di lembaga peradilan yang dinilai belum maksimal.
Meski ada empat mekanisme pengawasan ketat di Mahkamah Agung, praktik korupsi dan mafia peradilan masih saja terjadi.
Ia menilai hal ini disebabkan oleh rendahnya integritas dan moralitas para hakim sehingga godaan melakukan praktik tidak benar sulit ditahan.
“Rendahnya kualitas putusan ini salah satunya karena godaan manusiawi yang mengurangi kapasitas hakim dalam menegakkan keadilan,” jelasnya.
Prof. Suparji berharap pelantikan ratusan hakim baru bisa menjadi titik awal perubahan dengan menanamkan nilai integritas tinggi sejak awal sehingga budaya korupsi dan mafia peradilan dapat dicegah.
Baca Juga: Jurnalis Senior Soroti Kebijakan Jokowi Banyak Dianulir, Prabowo Dinilai Tunjukkan Arah Berbeda