Bisnisbandung.com - Jurnalis senior Hersubeno Arief mengungkapkan bahwa perebutan wilayah soal sengketa empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara, tak bisa dilepaskan dari kepentingan besar di sektor energi.
Provinsi Aceh menjadi sorotan terkait potensi sumber daya alam raksasa yang tersimpan di wilayah lautnya. Sayangnya pulau yang berpotensi tersebut kini akan diambil alih oleh Sumatera Utara. Namun Pemerintah bisa dirugikan jika sengketa Aceh-Sumatera Utara terus berlarut-larut.
“Karena untuk menarik investasi dan agar proses eksplorasi bisa berjalan tenang, ya, diperlukan stabilitas keamanan,” ujar Hersubeno di youtube pribadinya.
Baca Juga: PT Gag Malah Dibiarkan Beroperasi, Reaksi DPR RI F-PKB: Perlu Kita Evaluasi Lebih Lanjut
“Kalau Aceh kemudian bergolak kembali gara-gara empat pulau yang disengketakan dengan Sumatera Utara itu, ya, ini dipastikan kerugian pemerintah akan jauh lebih besar ketimbang soal ini,” lanjutnya.
Hersubeno menyoroti indikasi potensi migas di lepas pantai Aceh Singkil yang sebenarnya sudah muncul sejak beberapa tahun lalu.
Salah satu pemain utamanya adalah Conrad Asia Energy Ltd., perusahaan migas berbasis di Singapura yang telah mendapatkan kontrak untuk mengelola dua wilayah kerja laut dalam, yaitu Blok Meulaboh dan Blok Singkil.
Kontrak eksplorasi itu diberikan oleh Kementerian ESDM pada awal 2023 dan berlaku selama 30 tahun.
Kedua blok tersebut mencakup wilayah laut seluas sekitar 20.000 km², dan rencana pengeboran eksplorasi diperkirakan dimulai pada periode 2025–2026.
Dalam laporan akhir 2023, Conrad disebut telah mengidentifikasi potensi cadangan gas lebih dari 15 triliun kaki kubik, angka yang sangat besar untuk standar Asia Tenggara.
Di luar Conrad, potensi migas Aceh semakin diperkuat dengan temuan terbaru oleh perusahaan energi Mubadala Energy dari Uni Emirat Arab.
Mereka berhasil menemukan cadangan gas signifikan di sumur eksplorasi Layar-1 di Blok South Andaman, sekitar 100 km lepas pantai Aceh.
Kolom gas di wilayah ini sangat besar dan mampu mengalirkan gas hingga 30 juta standar kaki kubik per hari.
Baca Juga: Data Bank Dunia Mematahkan Narasi Keberhasilan Jokowi, Pengamat Beri Analisis Kritis