nasional

Sejarah Bisa Dijadikan Alat Kekuasaan, Marzuki Singgung Penulisan Ulang Sejarah Seperti Pada Orde Baru

Sabtu, 31 Mei 2025 | 20:00 WIB
Penulisan ulang Sejarah (Tangkap layar youtube Kompas Tv)

bisnisbandung.com - Penulisan ulang sejarah nasional oleh pemerintah menuai kritik tajam dari sejumlah pihak, termasuk Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia.

Mereka menyoroti potensi sejarah dijadikan instrumen kekuasaan politik, bukan sebagai narasi objektif bangsa.

Menurut, Marzuki Darusman, Ketua Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia, kekhawatiran muncul karena sejarah kerap kali dimanfaatkan untuk membangun citra kekuasaan.

“Tapi manakala pemerintah mengumumkan akan menulis ulang sejarah, maka itu sudah masuk dalam domain publik bahwa sejarah akan menjadi bagian dari penyelenggaraan kekuasaan politik. Itu masalahnya,” lugasnya dilansir dari youtube Kompas TV.

Baca Juga: Persikas Butuh Investor, Gubernur Dedi Mulyadi Siap Jadi ‘Media Promotor’ Bukan Pengelola

Pengalaman masa lalu, terutama pada era Orde Baru, menunjukkan bahwa narasi sejarah bisa diarahkan untuk membesarkan peran negara dan mengabaikan kenyataan yang tidak menguntungkan penguasa.

Aliansi ini menilai, langkah pemerintah menulis ulang sejarah nasional bukan sekadar pembaruan akademis, tetapi telah memasuki ranah politik.

Salah satu sorotan utama adalah tidak dimasukkannya peristiwa penting seperti Konferensi Asia Afrika dan Kongres Perempuan Indonesia dalam kerangka awal penulisan.

Baca Juga: Jusuf Kalla Sindir Pemerintah Soal Premanisme, Rudi S Kamri: Kenapa Selama Ini Dibiarkan?

Ini dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap momen-momen bersejarah yang penting dalam pembentukan identitas bangsa.

Kekhawatiran lainnya adalah selektivitas dalam menampilkan fakta sejarah, terutama menyangkut pelanggaran hak asasi manusia.

Meski sejumlah kasus pelanggaran HAM berat telah diakui oleh pemerintah, hanya sedikit yang dicantumkan dalam rancangan awal proyek sejarah tersebut.

Ini menimbulkan kecurigaan bahwa proses penulisan ulang dilakukan secara sepihak dan berpotensi mengabaikan perspektif korban.

Baca Juga: Helmy Yahya Bongkar Personal Branding Dedi Mulyadi

Halaman:

Tags

Terkini