nasional

Polemik Kebebasan Berekspresi,  Pakar Hukum UI: Demokrasi Kita Masih Bergulat antara Timur dan Barat

Selasa, 13 Mei 2025 | 22:30 WIB
Aristo Pngribuan, Pakar Hukum Pidana UI (Tangkap layar youtube tvonenews)

bisnisbandung.com - Aristo Pangaribuan, pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, menyatakan bahwa kebebasan berekspresi di Indonesia masih berada dalam posisi yang belum ajek.

 Demokrasi Indonesia saat ini dinilai tengah bergulat dalam tarik menarik antara nilai-nilai ketimuran dan prinsip-prinsip demokrasi liberal ala Barat.

Aristo menjelaskan bahwa kebebasan berpendapat adalah konsep yang dinamis, dan sulit diberikan batasan eksak secara hukum.

Baca Juga: Cara Menentukan Niche Market Dalam Bisnis Anda, Untuk Memenangkan Persaingan Bisnis

“Tergantung apa? Dinamis pertama ini tergantung sebenarnya yang lebih dalam lagi, tergantung bagaimana negara memandang apa itu kebebasan berpendapat,” jelasnya dilansir Bisnis Bandung dari youtube tvonenews, Selasa (13/5).

“Bagaimana negara memandang hak individu dengan relasi kekuasaannya. Ini sangat dalam karena ini menyangkut dengan ideologinya,” lanjutnya.

Menurutnya, dinamika ini tidak hanya berkaitan dengan persoalan hukum positif, tetapi juga dengan cara negara memandang hak individu dan relasinya dengan kekuasaan.

Baca Juga: Peluang Bisnis Dari Rumah Yang Tetap Menguntungkan

Ia menggarisbawahi bahwa terdapat perbedaan mendasar antara demokrasi liberal Barat yang menempatkan hak individu setara atau bahkan lebih tinggi dari otoritas negara dengan demokrasi ketimuran.

“Apa sih demokrasi liberal itu? Hak individu, kalau tidak lebih tinggi, ya setara dengan kekuasaan negara,” terangnya.

“Tapi kalau yang kita sebut ketimuran ini demokrasi Pancasila, ketimuran, Asian values, kolektivisme  itu artinya, hak kamu itu, hak kebebasan individu kamu itu di bawah kekuasaan negara,” lanjutnya.

Baca Juga: Slow Living, Gaya Hidup Bebas Dari Stres Dan Menikmati Hidup Sepenuhnya

Aristo juga menilai ada perkembangan positif di bidang hukum, khususnya dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa institusi dan korporasi tidak lagi bisa mengajukan perkara pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang ITE.

Putusan ini disebutnya sebagai bentuk peningkatan kedudukan hak individu dalam sistem hukum Indonesia.

Halaman:

Tags

Terkini