Dalam monolognya Gibran menyebut Indonesia akan menghadapi puncak usia produktif dan menekankan pentingnya kesiapan sektor pendidikan dan tenaga kerja.
“Kalau bahasanya anak muda, bisa aja dibilang: 'Ratusan juta anak muda siap kerja dan cari duit jangan sampai gagal karena link and match-nya enggak nyambung',” ujar Hendri.
Hendri menyarankan agar monolog tersebut tidak berhenti sebagai pertunjukan satu arah.
Ia menilai perlu ada call to action atau ajakan nyata kepada masyarakat.
Baca Juga: ‘Ini Bukan Negosiasi’ Pengamat Heran Pemerintah Malah mengalah dengan Amerika Serikat
“Monolognya bagus, tapi sebaiknya dilanjutkan. Jangan berhenti. Bahas juga hal-hal lain yang dekat dengan masyarakat seperti lapangan kerja, IKN, bahkan begal jalanan,” kata Hendri.
Ia juga menyarankan agar Gibran mulai menemukan gaya komunikasi khasnya sebagai anak muda dan tidak terlalu memaksakan diri menggunakan gaya yang terlalu formal.
Apakah ini bagian dari strategi pencitraan politik jangka panjang Gibran? Hendri tak menutup kemungkinan.
Namun baginya selama isinya positif dan berdampak itu sah-sah saja.
“Apapun itu, ini Indonesia. Mau tidak mau Gibran sudah jadi Wapres. Maka saya sebagai akademisi mengapresiasi usaha meningkatkan kualitas dirinya,” tutup Hendri.***