bisnisbandung.com - Kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung membuka fakta tentang lemahnya sistem pengawasan dalam dunia kedokteran.
Peristiwa ini mengungkap betapa rentannya relasi kuasa antara dokter dan pasien ketika tidak diimbangi dengan pengawasan ketat dan kedisiplinan etik yang kuat.
Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel menyoroti bahwa tidak ada satu teori tunggal yang dapat menjelaskan mengapa seorang dokter, bahkan yang masih dalam masa pendidikan seperti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), bisa melakukan kekerasan seksual.
Namun, ia menilai bahwa relasi kuasa yang timpang antara dokter dan pasien menjadi salah satu faktor risiko utama.
Ketika dokter merasa superior dan tidak diawasi secara konsisten, ruang untuk penyimpangan perilaku semakin terbuka lebar.
“Nah, pihak yang kuat itulah yang berpotensi menjadi pelaku. Pihak yang lemah akan menjadi korban,” ujarnya dilansir Bisnis Bandung dari youtube tvonenews.
Baca Juga: 4 Hakim Terseret Korupsi CPO, Mahfud MD: Kejagung Masih Setengah Hati
“Dalam situasi atau relasi antara pasien dengan dokter, kira-kira awam mengatakan, siapa yang powerful? Siapa yang dominan? Dokter. Siapa yang mengendalikan? Siapa yang top dog? Kita bisa temukan jawabannya,” terusnya.
Menurut Reza, kekerasan seksual oleh tenaga medis tidak hanya dilandasi oleh faktor individu seperti gangguan kejiwaan atau kecenderungan menyimpang, tetapi juga dipengaruhi oleh lemahnya sistem.
Ia menyebut adanya kombinasi antara faktor pendorong dari dalam individu dan faktor penarik dari luar, seperti lemahnya penegakan etika profesi dan ekspektasi yang keliru terhadap hasil psikotes.
Dalam pandangannya, psikotes tidak bisa dijadikan satu-satunya tolok ukur untuk menilai kelayakan mental seorang tenaga medis.
Kondisi psikologis manusia sangat dinamis dan bisa berubah sewaktu-waktu. Terlebih jika yang diuji adalah individu yang memiliki kemampuan intelektual tinggi namun juga manipulatif, maka hasil psikotes dapat dengan mudah direkayasa.
Baca Juga: Heboh Ijazah Jokowi Fiktif, Pengamat Politik Tantang Mau Ngapain Kalau Terbukti Palsu?