Langkah tersebut menunjukkan adanya ketidakpuasan terhadap proses revisi yang dianggap terlalu cepat dan minim partisipasi publik.
Adi juga menyoroti pentingnya adaptasi dalam setiap revisi undang-undang, termasuk dalam memperkuat peran TNI di tengah perkembangan demokrasi.
Namun, ia menegaskan bahwa proses tersebut harus tetap sesuai dengan kaidah-kaidah demokrasi dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip keterbukaan.
Salah satu masalah yang masih dipertanyakan oleh publik adalah tidak tersedianya draf final revisi UU TNI untuk diakses secara terbuka.
Baca Juga: Konflik Makin Memanas! Houthi Serang Kapal Perang Amerika Serikat di Laut Merah
DPR menyatakan bahwa revisi hanya mencakup tiga pasal, keterbatasan akses terhadap draf ini memicu pertanyaan kritis yang terus bergulir.
Menurut Adi, kritik Anies Baswedan dapat dilihat sebagai bagian dari upaya memberikan masukan konstruktif untuk memperbaiki diskursus politik dan meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia.
Anies dianggap sebagai tokoh politik yang memiliki banyak pendukung dan mampu memberikan pandangan kritis terkait isu-isu besar, termasuk revisi UU TNI ini.
“Saya kira Anies itu menjadi bagian dari kelompok-kelompok yang sebenarnya terkonfirmasi juga memberikan feedback, memberikan masukan yang cukup konstruktif,” ujar Adi prayitno.***
Baca Juga: Syinqith Pusat Keilmuan Islam Tertua Terancam Musnah, Kota Kuno di Tengah Gurun