Bisnisbandung.com - Kasus dugaan korupsi di Pertamina terkait Pertamax oplosan menjadi sorotan.
Pengamat politik Rudi S Kamri menuding adanya peran mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan kroninya dalam kasus ini.
Rudi S Kamri bahkan menyebut bahwa praktik ini tidak mungkin hanya melibatkan direksi anak perusahaan semata.
Baca Juga: BPPA Pilih Sembilan Anggota Dewan Pers Periode 2025-2028
Dalam youtubenya, Rudi S Kamri mengungkapkan adanya dugaan bahwa Jokowi pernah menghalangi upaya pemberantasan mafia migas.
Ia mengaitkan hal ini dengan peristiwa di masa lalu saat Sudirman Said mantan Menteri ESDM diberi tugas untuk membubarkan mafia migas tetapi mendapat berbagai hambatan.
"Waktu itu Sudirman Said dicegah oleh Presiden Jokowi. Jokowi yang memerintahkan, Jokowi juga yang menghalang-halangi. Ini mirip dengan bagaimana Ketua KPK dibentak oleh Jokowi saat diminta menghentikan penyidikan kasus korupsi e-KTP," ujar Rudi S Kamri.
Menurut Rudi S Kamri praktik korupsi di sektor migas terutama terkait Pertamax oplosan bukan hanya sekadar permainan di level direksi anak perusahaan seperti Patra Niaga.
Ia menilai bahwa skema ini pasti melibatkan petinggi di holding Pertamina bahkan lebih jauh ke level menteri dan elite politik.
Baca Juga: Ahli Konversi ITB Soroti Dampak Kasus Oplosan Pertamax terhadap Konsumen dan Negara
"Enggak mungkin korupsi sebesar ini hanya dilakukan oleh direksi anak perusahaan. Pasti ada yang lebih tinggi di holding, mungkin juga melibatkan pihak luar, bahkan di tingkat presiden sekalipun," katanya.
Rudi S Kamri juga membandingkan dugaan skandal ini dengan kasus pagar laut yang sebelumnya sempat heboh.
Ia menyoroti pola yang mirip di mana yang dikorbankan dalam kasus ini adalah "keroco-keroco" atau aktor-aktor kecil sementara pihak yang lebih besar tetap aman.
"Kasus pagar laut yang dikorbankan hanya lurah, kepala desa, dan pejabat kecil. Sama dengan kasus Pertamax oplosan ini yang akan jadi tersangka ya direksi-direksi dan eksekutor lapangan bukan para pemain besar," tegasnya.
Baca Juga: Kritik Tajam Bivitri Susanti: Jangan Kerdilkan Masalah Kebijakan dengan ‘Sosialisasi’